Selasa, 20 Desember 2011

PENDIDIKAN JASMANI SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER

Pendidikan Jasmani sebagai wadah pembentuk karakter siswa, telah disadari perannya oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani berjalan belum efektif seperti yang diharapkan. Pembelajaran pendidikan jasmani cenderung tradisional. Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, yaitu menyamakan pendidikan jasmani dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya.

Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogik. Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila.

Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia. Definisi lain yang dilontarkan pada Lokakarya Nasional Pembangunan Olahraga (Abdul Gafur, 1983:8-9) secara eksplisit berbeda dengan pendidikan jasmani. Definisi tersebut dikembangkan penulis (Cholik Mutohir, 1992).

Menurut Baley (1974: 4), pendidikan jasmani merupakan suatu proses yang mana adaptasi dan pembelajaran tubuh (organik), syaraf dan otot, intelektual, sosial, emosional dan estetika dapat dicapai dan dilakukan melalui aktivitas fisik yang penuh semangat. Sedangkan menurut Hetherington, yang dikutip oleh Kroll (1982: 67), pendidikan jasmani adalah pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas jasmani, bukan pendidikan dari jasmani. Dikatakan pula oleh Rijsdorp (1971: 30) bahwa aktivitas jasmani bermain merupakan bagian dari pendidikan jasmani, oleh sebab itu tujuan pendidikan juga merupakan tujuan bermain. Selanjutnya di katakan bahwa pendidikan jasmani bukanlah “education of the body” dan bukan problem jasmani, akan tetapi merupakan problem kemanusiaan.

Sedangkan olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik dengan rtujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.

Tujuan pendidikan jasmani adalah mengembangkan kesegaran jasmani, keterampilan motorik, pengetahuan, sosial dan keindahan (Seaton, 1974: 1). Kesegaran jasmani menyangkut fisik, kesegaran organik dan kesegaran motorik. Fisik menyangkut proporsi tubuh, hubungan antar tulang, lemak, otot, tinggi dan berat badan. Sedangkan kesegaran organik meliputi efisinsi peralatan tubuh seperti jantung, paru, hati, ginjal dan sebagainya. Kelincahan, kekuatan, keseimbangan dan kelentukan berhubungan dengan kesegaran motorik seseorang. Drowatzky (1984: 16-17) merinci tujuan pendidikan jasmani sebagai berikut: (1) perkembangan individu, menyangkut efisiensi fisiologis dan keseimbangan fisik; (2) mengatasi lingkungan yang menekankan pada orientasi spisial dan manipulasi obyek; dan, (3) interaksi sosial yang meliputi: komunikasi, interaksi antar kelompok dan budaya.

Dalam Kurikulum Sekolah Dasar 2004 (2003: 4), disebutkan bahwa Pendidikan Jasmani mempunyai berbagai fungsi berdasarkan lima aspek berikut ini: Organik, Neuromuskuler, Perseptual, Kognitif, dan Sosial.

Aspek Organik: (1) Untuk menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan; (2) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot; (3) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama; (4) Meningkatkan daya tahan kardiofaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas secara terus menerus dalam waktu relatif lama; dan, (5) Meningkatkan fleksibelitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.

Aspek Neuromuskuler; (1) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot,; (2) Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap mencongklang, bergulir, menarik; (3) Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok; (4) Mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti memukul, menendang, menangkap, memberhentikan, melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli; (5) Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan; (6) Mengembangkan keterampilan olahraga, seperti sepak bola, softball, bola voli, bola basket, baseball, kasti, rounders, atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya; dan, (7) Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnnya.

Aspek Perseptual: (1) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat; (2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang, bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya; (3) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh,. dan atau kaki; (4) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis; (5) Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan dan kiri dalam melempar atau menendang; dan, (6) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.

Aspek Kognitif: (1) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan; (2) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan etika; (3) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam aktivitas yang terorganisasi; (4) Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani; dan, (5) Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.

Aspek Sosial: (1) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan di mana seseorang berada; (2) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam kelompok; (3) Belajar berkomunikasi dengan orang lain; (4) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok; dan, (5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota.


PERAN PENDIDIKAN JASMANI DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter merupakan sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen pemangku (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: (1) Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development); (2) Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development); dan, (3) Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

Membangun karakter peserta didik dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.

Pendidikan Jasmani merupakan bagian integrasi dari sistem pendidikan nasional, untuk itu harus mampu tampil menyiapkan manusia yang berkualitas, sehat dan bugar sebagi kader-kader pembangunan nasional. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 8-14), pendidikan jasmani dapat berperan, antara lain: (1) pembentukan tubuh--dengan melakukan pendidikan jasmani yang teratur, maka organ tubuh pun akan bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya, hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan baik jasmani maupun rohani; (2) pembentukan prestasi—dengan ditanamkannya pembentukan prestasi diharapkan dapat mengembangkannya serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok dilingkungannya; (3) pembentukan sosial--melalui pendidikan jasmani anak akan mendapatkan bimbingan pergaulan hidup yang sesuai dengan norma dan ketentuan dengan unsur-unsur sosial; (4) keseimbangan mental, di mana pemupukan terhadap kestabilan emosi anak akan diperoleh secara efektif melalui pengalaman langsung dalam dunia kenyataan, karena mereka terjun langsung di lapangan dalam suasana yang penuh rangsangan; (5) meningkatkan kecepatan proses berpikir di mana dalam pendidikan jasmani anak dituntut untuk memiliki daya sensitifitas yang tinggi terhadap situasi yang dihadapinya. Mereka dituntut untuk memiliki kecepatan dalam proses berpikir dan kemampuan pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal dengan lawannya; (6) pembentukan kepribadian anak di mana pendidikan jasmani berperan sebagai sarana untuk membentuk dan mengembangkan sifat-sifat kepribadian anak secara positif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kader-kader bangsa yang akan memegang tampuk pimpinan baik sebagai pemikir, pengelola dan perencana akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya apabila didukung dengan kondisi badan sehat dan prima. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan dalam membangun karakter suatu bangsa dengan cara penggemblengan pada manusianya sebagai pelaku pembangunan melalui mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang diberikan di sekolah dalam kurun waktu 12 tahun, yaitu sejak di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Hal ini merupakan modal dasar yang kokoh untuk menciptakan kader-kader bangsa yang tangguh seperti dalam semboyan ”Mens sana en corpore sano” yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

PENUTUP

Dalam pembangunan karakter individu, pendidikan jasmani mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan dengan berbagai aktivitas jasmani, sehingga diperoleh kesehatan dan kebugaran tubuh. Melalui pendidikan jasmani, baik aspek fisik (kualitas fisik) maupun aspek non-fisik (kualitas non-fisik) yang menyangkut kemampuan kerja, berfikir dan keterampilan dapat teratasi. Oleh sebab itu, keduanya harus saling terkait dan mendukung, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tangguh dapat tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar