Sabtu, 24 Desember 2011

Psikologi dalam Olahraga

Psikologi olahraga harus dipisahkan dari belajar gerak, motor kontrol, atau perkembangan motorik atau dapat diistilahkan sebagai payung dari semua bidang penelitian. Psikologi olahraga dipandang sebagai ilmu olahraga dalam pendidikan jasmani dan kinesiologi.
Psikologi olahraga dan aktifitas fisik merupakan aplikasi dari psikologi menghubungkan tingkah laku dalam kontek olahraga. Dalam kompetis olahraga yang berhubungan dengan psikologi adalah kecemasan.
Psikologi olahraga diperlukan dalam olahraga untuk dapat membantu atlet dalam menggunakan latihan mental untuk beberapa tujuan antara lain : untuk mempercepat proses belajar, untuk meningkatkan motivasi diri, strategi rencana dan untuk memperkuat mental, prilaku yang tepat adalah dengan relaksasi. Atlet mungkin mengalami stress selama kompetisi selama satu jam, seminggu atau bahkan berbulan-bulan sebelum peristiwa kompetisi dilaksanakan.
Penetapan tujuan dapat digunakan untuk memperjelas kinerja dan mengembangkan program pelatihan yang tepat untuk sejumlah ketrampilan, apakah kinerja fisik, teknik relaksasi, teknik latihan mental, atau program komitmen dan self control. Melalui ini peran psikolog sebagai fasilitstor, diterapkan untuk membantu atlet mengidentifikasi perbaikan –perbaikan yang diperlukan dan memberikan pendidikan dan konseling untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja.


Situasi kompetisi mempengaruhi tingkat kecemasan seorang atlet saat bertanding.

Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.

1. Berpikir Positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.
Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan prestasi.
2. Penetapan Sasaran
Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat, yaitu:
• Sasaran harus menantang.
• Sasaran harus dapat dicapai.
• Sasaran harus meningkat.

3. Motivasi
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.
Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang material.
Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.
Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.
Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan dan Ketegangan
Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :
• Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan kecemasan.
• Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya.
• Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
• Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
• Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
• Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
• Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
• Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
• Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu.
• Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.
6. Kepercayaan Diri
Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.
Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana letak kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.
Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak kemenangan.

7. Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.
Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual. Keterbukaan pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.
Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya, seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum minuman bersoda.
Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya lagi di kemudian hari.
Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).
8. Konsentrasi
Konsentrasi adalah kemampuan olahragawan dalam memelihara focus perhatiannya pada lingkungan pertandingan yang relevan ( Weinberg dan Gould, 2003 : 353-354 ).
Dalam olahraga, seringkali terdengar ucapan pelatih yang menghimbau kepada olahragawannya untuk berkonsentrasi , tetapi kalau olahragawan tidak pernah dilatih konsentrasi maka dia tidak akan mengerti harus bagaimana konsentrasi dilakukan. Selain itu kurangnya konsentrasi juga sering menjadi alasan kegagalan olahragawan dalam satu pertandingan. Pada prinsipnya latihan konsentrasi dapat ditingkatkan sama dengan aspek fisik dan teknik, yaitu melalui berbagai latihan.
Untuk meningkatkan konsentrasi olahragawan antara lain melalui pandangan dan pikiran pada satu objek tertentu, tarik nafas dalam dalam, bahasa tubuh yang baik , dan lakukan ritual . ( Sukadiyanto 2006 : 175)



9. Evaluasi Diri
Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang.
Tahap penelitian :
Deskriptif : menggambarkan fenomena dalam kasus kecemasan. Penelitian deskriptip diperbolehkan menetapkan norma, menentukan apakah perubahan kecemasan dalam kompetisi olahraga dipengaruhi oleh perubahan menurut usia dan jenis kelamin ( Marten,1977). Sama dengan kohesi, penelitian deskriptif disediakan norma-norma yang memungkinkan untuk menentukan apakah sifat dan jumlah kohesivitas adalah relative kecil untuk atlet laki-laki dan perempuan dalam tim ( bola basket), dan Individual ( Athletik), dalam situasi olahraga (Widmeyer, Brawley, & Carron, 1985).
Penjelasan : menggembangkan dan menguji model atau penjelasan yang menghubungkan data deskriptif yang tersedia dalam penelitian, Paser (1983).
Contah menentukan apakah perbedaan kecemasan dapat dijelaskan atas dasar takut gagal, takut evaluasi, dan harga diri. Menunjukkan bahwa kompetisi yang dirasakan tidak terkait dengan kecemasan, harga diri yang rendah terkait dengan takut gagal, takut evaluasi yang sangat terkait dengan kecemasan, Carron, Widmeyer, dan Brawley (1988).
Prediksi : Ilmuwan menggunakan model atau teori untuk memprediksi hasil. Satu prediksi bahwa kecemasan dalam olahraga adalah bahwa atlet sangat cemas dan mengalami stress yang lebih besar sebelum kompetisi, Gould, Horn dan Speeman (1983). Prediksi dalam kohesi kelompok bahwa individu pada tim gagal tapi sangat kohesiv akan menerima responbiliti lebih besar bagi keberhasillan dari anggota tim, Brawley,Carron, dan widmeyer (1987).
Kontrol : Proses pelatihan berkaitan dengan pengembangan metode dan teknik untuk mempengaruhi fenomena yang bersangkutan. Jika hasil dari pengujian diulang pada penjelasan dan tahap prediksi yang handal dan valid, informasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan program intervensi untuk memperbaiki prilaku dan kinerja dalam olahraga dan aktifitas fisik. Contoh : kecemasan dan kohesi pelatih atau psikolog olahraga memperkenalkan program dalam olahraga dan aktifitas fisik atau meningkatkan tingkat kohesi kelompok dalam tim.

Kegiatan Profesional : Penerapan Pengetahuan
Tujuan dasar dari setiap profesi adalah menerapkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kebaikan masyarakat. Demikian profesi medis menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari fisiologi, anatomi, biokimia dan ilmu kesehatan lainnya yang berhubungan untuk mengjaga kualitas hidup manusia. Pendidikan menerapkan pengetahuan yangdidapat dari penelitian di bidang psikologi, sosiologi, dan system teori yang menghasilkan guru yang efisien. Penelitian ilmu olahraga untuk meningkatkan prilaku individu, kelompok dan kinerja dalam olahraga dan pengaturan aktifitas fisik.



Penerapan pengetahuan dalam psikologi olahraga melibatkan berbagai metode, teknik, dan pendekatan :
• Konseling klinis.
• Intervensi krisis.
• Penilaian psikologi.
• Peningkatan kerja.
• Konsultasi dan pengembangan program.
• Pencegahan dan pengobatan cidera. (Nideffer, 1981).

Meskipun ini semua penting, kegiatan yang paling terlihat kepada masyarakat peningkatan kinerja, konsultasi dan pengembangan program. Seorang atlet dapat menggunakan latihan mental untuk beberapa tujuan untuk mempercepat proses belajar, untuk meningkatkan motivasi diri, strategi rencana dan untuk memperkuat mental, prilaku yang tepat adlah dengan relaksasi. Atlet mungkin mengalami stress selama kompetisi selama satu jam, seminggu atau bahkan berbulan-bulan sebelum peristiwa kompetisi dilaksanakan. Setelah masalah diidentifikasi, seorang psikolog olahraga dapat membantu atlet mengembangkan teknik relaksasi dengan meditasi, relaksasi progresif, biofeedback, hypnosis diri, atau pelatihan perhatian kontrol.
Penetapann tujuan dapat digunakan untuk memperjelas kinerja dan mengembangkan program pelatihan yang tepat untuk sejumlah ketrampilan, apakah kinerja fisik, teknik relaksasi, teknik latihan mental, atau program komitmen dan self control. Melalui inin peran psikolog sebagai fasilitstor, diterapkan untuk membantu atlet mengidentifikasi perbaikan –perbaikan yang diperlukan dan memberikan pendidikan dan konseling untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja.

Belajar Masyarakat
Di Amerika utara, ada asosiasi professional yang berfokus pada khusunya psikologi olahraga atau secara umum pada ilmu olahraga, Di amerika Utara Psikologi olahraga dan aktifitas fisik nama perkumpulan North American Society for the Psychology of sport and Physical Activity ( NASPSPA) didirikan pada tahun 1967. Masyarakat Canada untuk belajar psikomotor dan psikologi olahraga nama perkumpulannya Canadian Society for Psychomotor Learning and Sport Psychology ( CSPLSP) didirikan pada tahun 1969, dan asosiasi untuk kemajuan psikologi olahraga terapan perkumpulannya advancement of Applied sport Psychology (AAASP) didirikan pada tahun 1986.

Journal
Jurnal penelitian psikologi olahraga ada yang spesifik dan umum. Yang spesifik adalah :
• The sport Psychologist,
• Journal of Motor Behavior,
• Journal sport and Exercise Psychology,
• Journal of Sport Behavior.
Publik umum adalah :
• Canadian Journal of sport science,
• Research Quarterly,
• Medicene and science in Sport and Exercise,
• Perceptual and motor Skills,
• Journal of Experimental Psychology,
• Journal of Personality and Social Psychology, and
• Psychological Review.

Pendidikan Sarjana , Pascasarjana dan Peluang karir
Mengingat berbagai topik dan kegiatan dilapangan sulit untuk mengidentifikasi pelatihan yang tepat hingga untuk seorang psikologi olahraga. Pendekatan yang mungkin adalah melihat apa yang telah terjadi bukan apa yang harus terjadi, persiapan pendidikan individu saat berlatih psikologi olahraga dalam sebuah artikel ( Salmela, 1981).


Pasar pekerjaan sarjana Psikologi Olahraga dapat mengajar ke sekolah professional. Sedangkan gelar Master dan Doktor dapat bekerja di Universitas.
Psikologi Olahraga yang bekerja di swasta sebagai konsultan tim dan individu.
Salmela’s (1981) berdasarkan survainya di Amerika Utara psikologi Olahraga menunjukkan individu di tingkat universitas menghabiskan waktunya :
• Sarjana 33,4 %,
• Lulusan Sarjana mengajar 24,8 %,
• Perencana atau melakukan penelitian 24,8 %,
• Menulis dan penerbitan 17,8%,
• Pelatihan atlet 27,1 %,
• Konsultasi 13,8 %,
• Administrasi 19,8 %,
• Kegiatan lainnya 2,2 %.

C. Kesimpulan

Psikologi olahraga merupakan ilmu baru, sedangkan aktifitas fisik yang berkaitan dengan keadaan psikolagis dalam menghadapi kompetisi adalah kondisi mental . Psikologi olahraga dan aktifitas fisik merupakan aplikasi dari psikologi menghubungkan tingkah laku dalam kontek olahraga.
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan, adalah : Berpikir positif, penetapan sasaran (goal setting), motivasi, emosi, kecemasan dan ketegangan, kepercayaan diri, komunikasi, konsentrasi dan evaluasi diri
Bisa disimpulkan peranan psikologi olahraga terhadap aktifitas fisik ( Olahraga ) sangat penting karena akan menentukan keberhasilan seorang atlet dalam menghadapi kompetisi baik sebelum, saat dan setelah kompetisi.
Selalu ada hubungan erat antara spesialisasi dalam bidang psikologi olahraga dan kinerja ditingkat Universitas. Keadaan olahraga sekarang merupakan atau memungkinkan menjadi prediksi untuk masa depan.
• Penekanan yang lebih besar akan ditempatkan pada penelitian praktis dan penerapan pengetahuan yang diperoleh dari penelitian.
• Psikologi olahraga akan diaplikasikan dalam meningkatkan permintaan di tingkat olahraga elit : Amatir dan Profesional.
• Akan ada penekanan pada penelitian apa dan aplikasi psikologi kesehatan dan psikologi pada latihan.
• Psikologi olahraga akan berada dalam pemerintahan yang lebih besar sebagai konsultan untuk pelatih, orang tua dan atlet.

















DAFTAR PUSTAKA
Brawley,L.R., Carron, A.V., & Widmeyer, W.N. (1987). Assessing the cohesion of teams : Validity of the Group Environment Questionnaire. Journal of Sport Psychology, 9,275-294.

Carron,A.V., Widmeyer, W.N, & Brawley, L.R. (1985). The development of an instrument to assess cohesion in sport teams : The Group Environment Questionnaire. Journal of sport psychology, 7, 244-266.

Carron,A.V., Widmeyer, W.N, & Brawley, L.R. (1988) .( In Press). Group Cohesion and Individual adherence to physical activity. Journal of sport psychology.
http//www.bulu tangkis .com/mod.php? mod = user page & mem = 403 7 page id =7 . dikunjungi tanggal 11 oktober 2010.

Marten, R.(1977). Sport competition anxiety test. Champaign, IL : Human Kinetics.

Morgan, W.P. (1972). Sport Psychology. In R.N. Singer (Ed), The Psychomotor domain (pp.193-228). Philadelphia: lea & Febinger.

Nideffer, R.M. (1981). The ethics and pratice of applied sport psychology. Ithaca, NY : movement

Paser, M.W. (1983) Fear of failure, fear of evaluation, perceived competence, and self- estem in competitive-trait-anxios children. Journal of Sport Psychology, 5, 172-188.
PBSI, ( 2005 -2010 ) Pedoman Praktis bermain Bulutangkis . http:/ bulu tangkis Indonesia.com/ 2007/03/ Psikologi olahraga dan psikologi-html. Dikunjungi tanggal 11 oktober 2010. 2
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006) Gaya Hidup Sehat. http:/balaiolahragamks, Wordpress.com/2009/02/01/lakukan aktifitas fisik-30- menit- sehari 2/ dikunjungi pada tanggal 2 november 2010.
Salmela, J.H. (1981). The world sport psychology sourcebook. Ithaca, NY : movement.
Sukadiyanto (2006). Konsentrasi Dalam Olahraga.Majalah Ilmiah Olahraga , Yogyakarta : FIK –UNY,

Singer, R.N. (1978). In W.F. straub (Ed), Sport psychology : An analysis of atlete behavior (pp. 3-15). Ithaca, NY : movement.

Widmeyer, W.N., Brawley, L.R, & Carron, A.V.(1985). The measurement of cohesion in sport team. London, ON : Sport Dynamics.

William, J.A .,& Straub, W.F. (1986). Sport psychology : Past, Presesn, and future. In J.M. William (Ed), Applied sport psychology : personal growth to peak performance (pp. 1-14). Palo Alto, CA: Mayfield.
Weinberg, Robert S and Gould, Daniel (2003). Foundation of Sport and Exercise Psychology, 3 rd edition. Champaign, II : Human Kinetics publishers, Inc

2 komentar: