Selasa, 25 Desember 2012

KONSEP DAN FALSAFAH PENJAS, OLAHRAGA, PLAY DAN GAMES SERTA IMPLEMENTASINYA

A. Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Dengan Pendidikan Jasmani siswa akan memperoleh berbagai ungkapan yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani, kebiasaan hidup sehat dan memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap gerak manusia. Didalam Pendidikan Jasmani terdapat 6 aspek materi yang dipelajari, yakni 1). Permainan dan olahraga, 2). Aktivitas Pengembangan, 3). Uji diri, 4). Aktivitas Ritmik, 5). Akuatik (Aktivitas Air), dan 6). Pendidikan Luar Kelas (Outdoor Education). Dari ke enam aspek materi tersebut, terdapat unsur-unsur yang yang merupakan tujuan dari pendidikan jasmani. Unsur-unsur tersebut adalah: Unsur Organik, motorik, emosional dan intelektual. Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia. Pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung. Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh. Pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano. B. Hubungan Bermain/Games dan Olahraga Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya. Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya. Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan. Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama. C. Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya. Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Dari uraian di atas maka pengertian olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya. Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan pendidikan jasmani dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan. Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama. Dibawah ini adalah tabel yang dapat membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga yang dikemukakan oleh Prof. Abdul Kadir Ateng, M.Pd, sebagai berikut : Komponen Pendidikan Jasmani Sport (Olahraga) Tujuan Pendidikan keseluruhan, kepribadian dan emosional Kinerja motorik (motor performance/kinerja gerak untuk prestasi Materi Child centered (sesuai dengan kebutuhan anak/individualized) Subject centered (berpusat pada materi) Bentuk gerak Seluas gerak kehidupan sehari-hari Fungsional untuk cabang olahraga bersangkutan Peraturan Disesuaikan dengan keperluan (tidak dibakukan) Peraturannya baku (standar) agar dapat dipertandingkan Anak yang lamban Harus diberi perhatian ekstra Ditinggalkan/untuk milih cabang olahraga lain Talen Skating (TS) Untuk mengukur kemampuan awal Untuk cari atlit berbakat Latihannya Mutilateral (latihan yang menyangkut semua otot) Spesifik Partisipasi Wajib Bebas Pandangan lain yang membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga, yang diperkuat oleh Dr. Syarifudin. M.Pd dalam buletin pusat perbukuan, sebagai berikut : Komponen Pendidikan Jasmani Olahraga Tujuan Program yang dikembangkan sebagai sarana untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan totalitas subjek. Program yang dikembangkan sebagai sarana untuk mencapai prestasi optimal. Orientasi Aktivitas jasmani berorientasi pada kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan subjek Aktivitas jasmani berorientasi pada suatu program latihan untuk mencapai prestasi optimal Materi Materi perlakuan tidak dipaksakan melainkan disesuaikan dengan kemampuan anak. Untuk mencapai prestasi optimal materi latihan cenderung dipaksakan. Lamanya perlakuan Lamanya aktivitas jasmani yang dilakukan dalam pendidikan jasmani tiap pertemuan dibatasi oleh alokasi waktu kurikulum. Di samping itu juga disesuaikan dengan kemampuan organ-organ tubuh subjek. Lamanya aktivitas jasmani yang dilakukan dalam latihan olahrag cenderung tidak dibatasi.Agar individu dapat beradaptasi dengan siklus pertandingan, aktivitas fisik dalam latihan harus dilakukan mendekati kemampuan optimal. Frekuensi perlakuan Frekuensi pertemuan belajar pendidikan jasmani dibatasi oleh alokasi waktu kurikulum. Namun demikian diharapkan siswa dapat mengulang-ulang keterampilan gerak yang dipelajari di sekolah pada waktu senggang mereka dirumah. Diharapkan mereka dapat melakukan pengulangan gerakan antara 2 sampai 3 kali/minggu. Agar dapat mencapai tujuan, latihan harus dilakukan dalam frekuensi yang tinggi. Intensitas Intensitas kerja fisik disesuaikan dengan kemampuan organ-organ tubuh subjek Intensitas kerja fisik harus mencapai ambang zona latihan. Agar subjek dapat beradaptasi dengan siklus pertandingan kelak, kadang-kadang intensitas kerja fisik dilakukan melebihi kemampuan optimal. Peraturan Tidak memiliki peraturan yang baku. Peraturan dapat dibuat sesuai dengan tujuan dan kondisi pembelajaran Memiliki peraturan permainan yang baku. Sehingga olahraga dapat dipertandingkan dan diperlombakan dengan standar yang sama pada berbagai situasi dan kondisi. Dengan adanya perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga secara konsep, baik yang dikemukakan oleh Prof. Abdul Kadir Ateng, M.Pd dalam perkuliahan, diperkuat oleh Dr. Syarifudin. M.Pd dalam buletin pusat perbukuan, maka secara sistimatis dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga akan memiliki perbedaan, hal ini sesuai dengan contoh perbedaan pembelajar pendidikan jasmani dan olahraga yang dikemukakan oleh Dr. Syarifudin. M.Pd dalam buletin pusat perbukuan, yaitu : Pendidikan Jasmani Olahraga Berjalan Pembelajaran berjalan pada pendidikan jasmani ditujukan pada usaha untuk membentuk sikap dan gerak tubuh yang sempurna. Pembelajaran biasanya dilakukan melalui materi baris-berbaris Berjalan Berjalan pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan berjalan dilakukan dengan secepat-cepatnya melalui teknik dan peraturan yang telah baku Lari Materi lari pada pendidikan jasmani dimaksudkanuntuk dapat mengembangkan keterampilan gerak berlari dengan baik. Berlari dapat dilakukan dalam beberpa bentuk; lari zig-zag, lari kijang, lari kuda, dan beberapa bentuk lari lainnya Lari Lari pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan dilakukan untuk mencapai prestasi optomal. Dalam cabang atletik lari dibagi dalam beberapa nomor. Lompat Materi lompat dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan keterampilan gerak lompat dengan baik. Lompat dapat dilakukan dalam beberapa bentuk ; lompat harimau, lompat kodok, dan beberpa bentuk lompat lainnya. Lompat Lompat pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lompat pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal Lempar Materi lempar dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan ketermapilan gerak lempar dengan baik. Melempar dapat dilakukan dengan beberapa bentuk ; lempar bola, lempar sasaran, dan beberpa bentuk lempar lainnya. Lempar Lempar dalam olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lempar pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal. D. Implementasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga Meningkatkan kualitas hidup siswa dan mutu sumber daya manusia di masa depan Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) merupakan bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosial Peserta didik tidak pernah diragukan. Sayangnya Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Pendidikan ini belum dapat memposisikan dirinya pada tempat yang terhormat, bahkan masih sering dilecehkan, misalnya pada masa-masa menjelang ujian akhir sesuatu jenjang Pendidikan maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga dihapuskan dengan alasan agar para siswa dalam belajarnya untuk menghadapi ujian akhir “tidak terganggu”. Untuk memahami hal ini perlu lebih dahulu difahami apa yang menjadi dasar bagi perlunya diselenggarakan Penjas-Or di Sekolah. Makna dan Misi Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan. Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal yang terpenting untuk pembinaan mutu sumber daya manusia. Dalam Lembaga Pendidikan, siswa dibina untuk menjadi sumber daya manusia yang unggul dalam aspek jasmani, rohani dan sosial melalui berbagai bentuk media pendidikan dan keilmuan yang sesuai. Acuan tertinggi mutu sumber daya manusia adalah SEHAT WHO yaitu sumber daya manusia yang Sejahtera jasmani, rohani dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun kelemahan. Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani. Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya ia memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai. Olahraga masal adalah bentuk kegiatan olahraga yang dapat dilakukan oleh sejumlah besar orang secara bersamaan atau yang biasa disebut sebagai olahraga masyarakat yang hakekatnya adalah olahraga kesehatan, sebab dalam melakukan kegiatan olahraga tersebut hanya satu tujuannya yaitu memelihara atau meningkatkan derajat sehat dinamisnya. Olahraga masyarakat atau olahraga kesehatan dengan demikian merupakan bentuk olahraga yang dapat mewujudkan kebersamaan dan kesetaraan dalam berolahraga, oleh karena pada olahraga itu tidak ada tuntutan ketrampilan olahraga tertentu. Dengan demikian maka olahraga kesehatan atau olahraga masyarakat merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera sosial sehat sosial sama dengan kebugaran sosial. Demikianlah maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan mempunyai tujuan membina mutu sumber daya manusia seutuhnya yaitu manusia yang sehat atau bugar seutuhnya atau sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, rohani dan sosial sesuai rumusan sehat WHO. 1. Sehat dan Bugar Sehat adalah kebutuhan dasar bagi segala aktivitas kehidupan. Jadi sehat harus dipelihara dan bahkan ditingkatkan. Cara terpenting, termurah dan fisiologis adalah melalui Olahraga Kesehatan. Dalam hubungan dengan nikmatnya kebutuhan dasar ini maka seluruh Siswa atau Peserta didik memerlukan Olahraga baik sebagai konsumsi yaitu mendapatkan manfaatnya langsung dari melakukan kegiatan Olahraga, maupun kegiatan Olahraga sebagai media bagi Pendidikannya. Lembaga Pendidikan adalah Lembaga formal terpenting yang membina mutu sumber daya manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengemukakan bahwa Sehat adalah : Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan. Dalam kaitan dengan hal ini maka Pendidikan Jasmani dan Olahraga khususnya di lingkungan Lembaga Pendidikan, harus diselaraskan untuk mencapai tujuan sehat. Pendidikan Jasmani dan Olahraga membina mutu sumber daya manusia melalui pendekatan kepada aspek Jasmani. Pada dasarnya tujuan pembinaan-pemeliharaan Kesehatan adalah memelihara dan atau meningkatkan kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologisnya, yaitu secara biologis menjadi lebih mampu menjalani kehidupan pribadinya secara mandiri, tidak tergantung pada bantuan orang lain; secara psikologis menjadi lebih mampu memposisikan diri dalam hubungannya dengan Tuhan semesta alam beserta seluruh ciptaanya berupa flora maaupun fauna (termasuk manusia); dan secara sosiologis menjadi lebih mampu bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya. Perkembangan anak adalah masa pembentukan pola perilaku dan masa terjadinya internalisasi nilai-nilai sosial dan kultural. Perlu juga ditanamkan kesadaran untuk mau melakukan upaya-upaya untuk menyegarkan suasana kehidupan, mencerdaskan kemampuan intelektual dan menghilangkan sebanyak mungkin stress, serta dengan meningkatkan volume dan kualitas pemahaman dalam peri kehidupan beragama beserta peningkatan kualitas pelaksanaan ibadahnya. Olahraga baik sebagai kegiatan maupun sebagai media Pendidikan mempunyai potensi yang besar untuk menyumbangkan kontribusinya dalam masalah ini. Melalui Olahraga dapat dengan mudah ditunjukkan betapa terbatasnya kemampuan manusia, betapa perlu kita memelihara lingkungan hidup kita, betapa banyak hal yang di luar kemampuan akal manusia dan betapa perlu kita mencegah kerusakan dan perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi. Kesejahteraan jasmaniah ditingkatkan dengan Olahraga Kesehatan, untuk meningkatkan derajat Kesehatan dinamis, sehingga orang bukan saja sehat dikala diam (Sehat statis) tetapi juga sehat serta mempunyai kemampuan gerak yang dapat mendukung setiap aktivitas dalam peri kehidupannya sehari-hari (Sehat dinamis). Olahraga Kesehatan umumnya bersifat masal sehingga lebih menarik, semarak serta menggembirakan (aspek Rohaniah), seperti yang terjadi pada pelaksanaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga-lembaga Pendidikan. Berkelompok merupakan sarana dan rangsangan untuk meningkatkan kesejahteraan Sosial, oleh karena masing-masing individu akan bertemu dengan sesamanya, sedangkan suasana lapangan pada Olahraga (Kesehatan) akan sangat mencairkan kekakuan yang disebabkan oleh adanya perbedaan status intektual dan sosial-ekonomi para pelakunya. Oleh karena itu Olahraga Kesehatan hendaknya dijadikan materi pokok dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah. Dampak psikologis yang sangat positif dengan diterapkannya Olahraga Kesehatan sebagai materi pokok olahraga di Sekolah adalah rasa kebersamaan dan kesetaraan di antara sesama siswa oleh karena mereka semua merasa mampu melakukan Dampak dari rasa terpinggirkan ialah timbulnya kebencian terhadap olahraga. Kondisi demikian merupakan kondisi psikologis yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dan penyebar-luasan olahraga di masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik maka suasana lapangan dikala melakukan olahraga kesehatan, akan sangat meningkatkan gairah dan semangat hidup para Pelakunya. Demikianlah maka potensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Kesehatan) sangat perlu difahami oleh semua fihak yang berkepentingan dalam pembinaan Peserta didik. Oleh karena itu pula maka tanpa Pendidikan Jasmani dan Olahraga, maka sesungguhnya Pendidikan menjadi tidak lengkap. Olahraga kesehatan yang disajikan haruslah yang bersifat masal dan memenuhi ciri olahraga kesehatan misalnya : jalan cepat atau lari lambat (jogging), senam aerobik, pencak-silat, karate dan sejenisnya. Tiga yang terakhir lebih baik dari pada yang pertama oleh karena dapat menjangkau semua sendi dan otot serta dapat merangsang proses berpikir Pelakunya. Kalaupun olahraga yang akan disajikan adalah bentuk permainan, maka permainan itu harus dapat melibatkan seluruh siswa. Tidak boleh ada seorangpun siswa yang hanya menjadi penonton, kecuali yang sakit. 2. Pembangunan Olahraga Indonesia Lewat pendidikan jasmani yang serius dijalankan Departemen Pendidikan sejak sekolah dasar sampai universitas, kami menemukan bibit-bibit atlet. Agar bibit-bibit itu muncul, tentu diperlukan kurikulum yang jelas mengenai pendidikan jasmani (penjas), tenaga pengajar penjas yang kapabel, fasilitas olahraga di sekolah-sekolah, dan adanya kegiatan pertandingan serta aktivitas olahraga baik, internal (intramural) maupun antarsekolah (ekstramural). Dasar Sukan Negara Malaysia 1988 tegas-tegas mengkategorikan olahraga dalam dua bagian, yakni ''sukan untuk semua (sport for all)'' dan ''sukan prestasi tinggi''. Sukan untuk semua mencakup dua hal, yakni olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi, sedangkan sukan prestasi tinggi mencakup olahraga amatir dan olahraga profesional. Olahraga rekreasi adalah aktivitas olahraga yang diselenggarakan untuk menggalakkan minat dan kegembiraan pelakunya. Olahraga rekreasi terbagi dalam lima kelompok yakni, (1) olahraga instruksional, (2) informal, (3) intramural, (4) ekstramural, (5) olahraga di klub. Bentuk permainan di setiap bagian tidaklah sama, bergantung pada kemampuan para pesertanya. Fokus olahraga amatir adalah membimbing atlet mencapai prestasi tertinggi. Menjadi juara adalah tujuan utama olahraga amatir. Peserta olahraga amatir di bawah bimbingan pelatih selalu mengutamakan pencapaian prestasi maksimal. Olahraga amatir mendapat dukungan dari pemerintah dan memperoleh bantuan keuangan negara. Olahraga profesional adalah olahraga komersial yang menekankan pada unsur hiburan dan menyediakan hadiah uang bagi sang juara. Peserta boleh didukung perusahaan-perusahaan swasta. Berolahraga adalah pekerjaan utama atlet profesional. Penonton adalah faktor penting dalam olahraga profesional sebab penjualan tiket pertandingan amat mempengaruhi bisnis ini. Kunci yang tidak kalah penting adalah kerja sama dan komunikasi antar lembaga terkait. Olahraga tidak hanya menjadi tanggung jawab kementerian olahraga, tapi harus menjadi political will dari pemerintah. Sekarang saya sedang menggarap pembangunan olahraga di Brunei Darussalam dan Singapura 3. Olahragakan Masyarakat Dibandingkan Malaysia, minat masyarakat Indonesia berolahraga pasti lebih besar. Kami harus bekerja ekstrakeras meyakinkan masyarakat agar melakukan aktivitas olahraga (sports for all). Masyarakat yang giat berolahraga merupakan modal tersendiri bagi pembangunan olahraga di sebuah negara sekaligus investasi intangible sumber daya masyarakat. Sebagai guru pendidikan jasmani, saya melihat tiga hal yang harus dibangun serentak, yakni sport for all, elite sport, dan sport industry. Masyarakat yang aktif berolahraga pasti akan memberikan dukungan kepada anak atau sanak keluarganya saat mereka menekuni olahraga yang diminati. Atlet yang berbakat yang merupakan produk masyarakat dan sekolah, dimasukkan dalam kategori elite sport. Mereka yang masuk kategori elite sport dipersiapkan mengharumkan nama bangsa Malaysia lewat olahraga. Merekalah ujung tombak dalam pesta olahraga multicabang. Prestasi di multicabang akan mengangkat kebanggaan orang terhadap olahraga. Jika kondisi itu terus terpelihara, secara otomatis industri olahraga akan berjalan. Jadi, jangan pernah berharap industri olahraga akan berjalan mulus tanpa memiliki iklim kondusif lewat masyarakat yang aktif berolahraga dan mempunyai prestasi olahraga internasional. Bagaimana menggerakkan masyarakat agar berolahraga? Itu adalah hal spesifik di setiap negara. Namun, harus ada campur tangan pemerintah agar masyarakat Indonesia bergiat olahraga. Menurut dugaan saya, masyarakat Indonesia pasti sedang mengalami penurunan aktivitas berolahraga (BOLA akhirnya memberikan informasi bahwa berdasarkan data Sports Development Index atau SDI keluaran Menegpora, dugaan Dato’ de Vries tepat). Di Malaysia, universitas dan perguruan tinggi menunjukkan kepedulian yang besar pada olahraga. Kami fokus pada 13 cabang olahraga yang bisa memberikan medali bagi Malaysia di pesta olahraga regional maupun internasional. Mereka melakukan kajian-kajian dan riset terhadap cabang olahraga yang diminati. Targetnya, pada 2008 sekitar 30% perguruan tinggi dan universitas menjadi pusat penelitian untuk cabang-cabang olahraga unggulan. Menggunakan pendekatan sains olahraga untuk cabang-cabang unggulan. Para pakar sains olahraga kami siapkan untuk masing-masing induk organisasi olahraga. Di masing-masing negara bagian, kami mendirikan lembaga kajian sains olahraga dan manajemen olahraga. Tentu saja kami melibatkan perguruan-perguruan tinggi di negara-negara bagian itu. Melakukanlah penelitian-penelitian olahraga yang aplikatif untuk cabang-cabang yang dikuasai Indonesia. Bagi saya, adanya pendekatan sains olahraga dan banyaknya penelitian aplikatif akan berdampak pada revolusi pemikiran, perilaku, dan aksi insan olahraga di Malaysia di masa depan. Revolusi pemikiran itu akan terjadi dalam tataran budaya olahraga, intelektualitas, dan sportivitas. Sportivitas dan intelektualitas yang mengakar pada diri pelaku olahraga Indonesia, baik sekadar penggembira maupun atlet, adalah modal berharga bagi perkembangan olahraga masa depan Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Bucher, Charles A. (1979). Foundations of Physical Education, (8th Ed.), St. Louis, MI., Mosby Company. Buscher, Craig A. (1994). Teaching Children Movement Concepts and Skills, Champaign, III. : Human Kinetics Publisher, Inc., Dauer, V., & Pangrazi, R. (1986). Dynamic Physical Education For Elementary School Children, (8th Ed.), New York: Macmillan Freeman, William H. (2001). Physical Education and Sport in A Changing Society. (Sixth Ed.). Boston. Allyn and Bacon. Gabbard, Carl., LeBlanc, Betty., and Lowy, Susan. (1994). Physical Education for Children: Building the Foundation, (2nd Ed.), New Jersey: Prentice Hall. Graham, G. (1992). Teaching Children Physical Education, Becoming Master Teacher, Champaign, III. : Human Kinetics Publisher, Inc., Kogan, Sheila. (1982). Step By Step: A Complete Movement Education Curriculum From Preschol to 6th Grade, California: Front Row Experience. Malina, R., & Bouchard, C. (1978) Growth, Maturation and Physical Activity, Champaign, III: Human Kinetic Publisher, Inc. Siendtop, D. (1991). Developing Teaching Skill in Physical Education, 3rd Ed., Palo Alto, CA: Mayfield. Tinning, R., Mcdonald, D., Wright, J., and Hickey, C. (2001). Becoming Physical Education Teacher: Contemporary and Enduring Issues. Frenchs Forest, NSW. Prentice Hall.

Senin, 22 Oktober 2012

TUNTUTAN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI

A. PENDAHULUAN Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mempersiapkan siswa untuk sukses sebagai orang dewasa. Kurikulum dan sistem sekolah bertujuan meningkatkan skill dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatasi tantangan di dunia dewasa. Jika ada sebuah kata yang mendeskripsikan dunia saat ini, maka kata tersebut suatu saat akan berubah. Perubahan dunia harus di respon oleh sekolah untuk mempersiapkan siswa menghadapi globalisasi ekonomi saat ini. Siswa membutuhkan kemampuan untuk mengakses informasi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Internet saat ini menciptakan koneksi informasi yang luar biasa besar. Informasi dari internet dapat digunakan dari tujuan yang bersifat akademik sampai dengan yang bersifat hiburan. Saat ini guru pendidikan jasmani dapat mengakses berbagai website yang menampilkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau cara penilaian dalam pembelajaran hampir di semua cabang olahraga atau aktivitas gerak. Siswa dapat melihat video tentang Kinerja atlet dunia yang dapat di tiru. Informasi yang tersedia hampir tidak terbatas. Masalah yang kemudian timbul adalah bagaimana kita memilah antara informasi mana yang akurat dan mana yang menyesatkan. B. TUNTUTAN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI Globalisasi menyebabkan perbandingan pencapaian akademis antar negara menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Perbandingan kemampuan siswa di Amerika dengan negara lain menjadi tolok ukur keberhasilan usaha reformasi pendidikan di Amerika. Dalam sebuah laporan tahun 1980 berjudul “Sebuah Negara dalam Resiko” menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional di Amerika mengalami kemunduran. Banyak siswa tidak mampu menguasai kemampuan dasar untuk lulus dari Sekolah Menengah Atas seperti kemampuan membaca, menulis atau menyelesaikan soal matematika. Pemerintah kemudian bereaksi dengan membuat standar di berbagai bidang keilmuan untuk mengatasi permasalahan ini. “Alasan utama negara menentukan standar kinerja siswa adalah kebutuhan akan peningkatan kualitas pendidikan Amerika. Mempercayakan pembuatan keputusan tentang kurikulum kepada tiap daerah terbukti gagal untuk membawa perbaikan” (Jennings, 1995: 768). Dalam merespon permasalahan ini Organisasi Standar Isi Nasional membuat standar di bidang matematika, IPA, IPS, bahasa, dan seni. Tahun 1995, Asosiasi Nasional Olahraga dan Pendidikan Jasmani mempublikasikan “Bergerak Ke Masa Depan: Standar Nasional Pendidikan Jasmani: Pedoman Pembelajaran dan Penilaian”. Standar pendidikan jasmani ini diterima diseluruh negara sebelum direvisi pada tahun 2004. Jadi apa hubungan antara standar dan pendidikan? Kata “standar” secara umum berarti pengetahuan informasi minimal yang harus dikuasai siswa. Standar isi secara spesifik adalah apa yang harus diketahui siswa dan yang harus bisa dilakukan. Orang yang terdidik jasmaninya haruslah: 1. Mendemonstrasikan kompetensi dalam teknik motorik dan pola gerak yang dibutuhkan dalam Kinerja di berbagai aktivitas fisik 2. Mendemostrasikan pemahaman pada konsep gerak, prinsip, strategi dan taktik yang diaplikasikan dalam pembelajaran dan Kinerja dalam aktivitas fisik 3. Berpartisipasi aktiv dalam aktivitas fisik 4. Mencapai dan menjaga level kesehatan dalam kebugaran jasmani 5. Menunjukkan respon personal dan perilaku sosial ynag menghargai diri sendiri dan orang lain dalam setting aktivitas fisik 6. Menghargai aktivitas fisik untuk kesehatan, menikmati, merasa tertantang, mengekspresikan diri dan berinteraksi sosial Standar Kinerja, di lain pihak, adalah “bagaimana sesuatu yang bagus itu, dianggap cukup bagus?”. Hal ini bermakna sebagai level kepuasan dalam pembelajaran (Lewis, 1995). Pembuatan standar dipergunakan sekolah untuk membandingkan antara Kinerja siswa dengan standar, bukan memperbandingkan dengan siswa yang lain. Dalam format pembelajaran Berbasis standar, siswa dituntut untuk mendemonstrasikan kompetensi di berbagai materi pembelajaran. Dalam pembelajaran Berbasis standar, siswa tidak diperbandingkan dengan siswa lainnya, namun diperbandingkan dengan standar. Jadi tidak menggunakan standar norma. Dalam pembelajaran yang mengacu pada norma, hasil tes di lukiskan dalam sebuah kurva. Dengan menggunakan kurva, target pembelajaran terus bergerak karena standar Berbasis hasil pembelajaran yang dilakukan siswa. Sebagai contoh, siswa dengan tingkat terbaik adalah 5 persen teratas, dan siswa terjelek adalah 5 persen terendah. Namun sejatinya, tidak ada yang benar-benar diketahui tentang apa yang dipelajari siswa. Memperbandingkan antar siswa tak selamanya buruk, terutama jika semua siswa memiliki kualitas gerak yang baik. Namun jika siswa berada dalam tingkat menengah atau bahkan buruk, memperbandingkan antar siswa tak akan efektif dalam mengetahui hasil pembelajaran yanag telah dicapai. C. PEMBELAJARAN BERBASIS STANDAR Buku ini memfokuskan diri dalam peningkatan pencapaian pembelajaran pendidikan jasmani menggunakan Pembelajaran Berbasis Standar, dan Penilaian Berbasis Kinerja / Performa. Dalam pembelajaran Berbasis standar, guru mengidentifikasi unit tujuan Berbasis standar nasional, dan menggunakan standar ini untuk menciptakan ekspektasi siswa dalam pembelajaran.tes formatif dilakukan secara teratur sehingga guru bisa memantau perkembangan siswa dalam mencapai tujuan utama. Jika siswa tidak mampu mencapai harapan, guru harus mengevaluasi cara pembelajaran. Jenis Penilaian Dalam Pembelajaran Berbasis Kinerja Dalam beberapa tahun terakhir, sekolah didominasi oleh pendekatan perilaku, dimana unit pembelajaran dibagi dalam berbagai seri, dan dibagi Berbasis progres pembelajarn yang telah tercapai. Penilaian dalam pendekatan perilaku berfokus pada pencapaian skill siswa dan pengetahuan yang dikuasai. Penilaian kognitif menggunakan soal seperti pilihan ganda, benar-salah, atau mencocokkan. Awal tahun 90an, pendekatan konstruktivisme mulai bisa diterima. Dalam konstruktivisme siswa belajar untuk secara individual menerima dan memahami informasi yang dibutuhkan secara sukarela. Model yang sangat cocok dengan model ini adalah Teaching Games for Understanding (TGfU) dan Sport Education (SE). Penilaian Berbasis Kinerja cocok dengan kedua model di atas. Lambert mendefinisikan Penilaian Berbasis Kinerja sebagai proses yang ditetapkan lebih dulu dan tingkat pencapaian siswa dalam konteks siswa memahami dan mencapai standar yang telah ditetapkan. Penilaian Berbasis Kinerja lebih menekankan pada proses pencapaian kriteria yang telah ditetapkan daripada hanya pencapaian skor dalam skill test. Terdiri atas dua bagian utama, yaitu performa siswa dalam tugas atau latihan, dan kriteria yang ditentukan. Skill test bukanlah Penilaian Berbasis Kinerja, karena Penilaian Berbasis Kinerja itu kompleks dan lebih menilai pembelajaran daripada hasil. D. PENGARUH PENGGUNAAN STANDAR DALAM PEMBELAJARAN Berikut adalah kunci untuk melaksanakan pembelajaran Berbasis Standar: 1. Mensetting tujuan yang dapat diidentifikasi tentang apa yang harus siswa ketahui dan harus bisa dilakukan 2. Unit rencana pembelajaran yang bisa dipelajari seluruh siswa 3. Menginformasikan kepada siswa tentang kriteria evaluasi 4. Mengembangkan penilaian dan pembelajaran yang bekerja bersama 5. Menghubungkan penilaian dengan tugas di dunia nyata 6. Mengidentifikasi pendapat dari luar sekolah 7. Menggunakan penilaian untuk mendokumentasikan kemampuan siswa yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dan kemampuan berfikir yang lebih tinggi. a. Menentukan Tujuan dalam Pembelajaran Banyak guru pendidikan jasmani membuat Rencana Pelaksanaa Pembelajaran yang terpisah dari hari ke hari, pembelajarannya mungkin bertautan dari pembelajaran ke pembelajaran selanjutnya, namun kurang dari segi ketercapaian tujuan utama. Jika guru fokus kepada tujuan pembelajaran utama atau hasil akhir, maka disain pembelajaran akan disusun secara langsung untuk mencapai tujuan utama. Siswa tidak akan kebingungan dengan tujuan pembelajaran yang tidak relevan. Dalam Pembelajaran Berbasis Standar, guru mengawalinya dengan proses identifikasi tentang tujuan utama, apa yang harus diketahui siswa dan apa yang harus bisa dilakukan siswa. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dalam Pembelajaran Berbasis Standar dibangun Berbasis tujuan pembelajaran yang jelas, dilanjutkan dengan mengembangkan penilaian yang mengukur bagaimana tujuan ini bisa tercapai. Guru selanjutnya menginformasikan kepada siswa tentang tujuan ini sehingga siswa mampu bekerja dengan visi mencapai tujuan ini. Di awal pembelajaran guru menerangkan tentang kompetensi yang akan dicapai, contohnya dengan cara menunjukkan gambar atau video tentang gerakan yang harus bisa dilakukan diakhir pembelajaran. Misalnya memperlihatkan video teknik guling depan yang benar. Dengan mengetahui tujuan, membuat pembelajaran lebih berarti dan bermakna bagi siswa. b. Rencana Pembelajaran Perbedaan Perencanaan pembelajaran dalam penilaian tradisional dan penilaian Berbasis standar: PENILAIAN CARA TRADISIONAL PENILAIAN BERBASIS STANDAR 1. Memilih aktivitas (misalnya sepakbola, bolavoli) 1. Menentukan target 2. Menentukan tujuan 2. Mendefinisikan standar target dan indikator 3. Menentukan apa yang akan diajarkan 3. Menentukan bagaimana cara untuk mengetahui jika target telah tercapai 4. Menilai 4. Menulis rubrik 5. Menuju materi selanjutnya 5. Memilih aktivitas 6. 6. Melaksanakan pembelajaran dan penilaian secara bersama untuk mencapai target c. Menyampaikan kriteria terhadap siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Standar, guru menyampaikan kriteria penilaian secara jelas agar siswa tahu apa yang harus diketahui dan apa yang harus bisa silakukan di akhir pembelajaran. Hal ini akan menghilangkan kebingungan siswa tentang pembelajaran yang akan dilakukan. d. Menghubungkan Penilaian ke Pembelajaran Banyak guru penjas menyatakan bahwa penilaian menghabiskan banyak waktu, terutama dikelas yang memiliki banyak siswa. Dalam Pembelajaran Berbasis Standar penilaian dan pembelajaran dilaksanakan secara bersamaan. Sebagai contoh, ketika pembelajaran sepakbola, guru sekaligus menilai kemampuan siswa tentang teknik yang dikuasai, pengetahuan tentang peraturan, kerjasama tim, kemampuan psikomotor, dan lain sebagainya. Penilaian langsung diberitahukan kepada siswa agar terjadi feedback dan siswa terus belajar untuk mencapai target. e. Membuat Koneksi dengan Dunia Nyata Dalam Pembelajaran Berbasis Standar siswa dituntut untuk menciptakan hubungan antara pembelajaran dan dunia nyata. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat laporan pertandingan, statistik pertandingan, seperti yang dilakukan dalam model pembelajaran Sport Education f. Mendengar Pendapat Masyarakat Guru bisa mengundang orang tua siswa untuk melihat pembelajaran dan memberikan masukan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Penilaian bisa dilakukan dengan menggunakan rubrik. RUBRIK PENILAIAN SENAM Kriteria evaluasi Kinerja - Senam menggunakan gerakan lokomotor dan nonlokomotor - Menampilkan elemen Kinerja yang tepat, antara lain waktu dan kesesuaian tempat - Keserasian gerak dalam grup - Kesesuaian dengan musik - Kombinasi gerakan yang kreatif Rating Kinerja 0 – Tak dapat menampilkan apapun 1 – Senam tak mampu menampilkan elemen yang ditentukan 2 – Senam menampilkan beberapa elemen namun tidak lengkap 3 – Seluruh elemen dapat ditampilkan 4 – Kinerja seluruh elemen secara sempurna g. Kemampuan Berfikir yang Lebih Tinggi Pembelajaran Berbasis Standar menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berfikir yang tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi. Contohnya, bertanding akan mengembangkan kemampuan menganalisis kelebihan dan kelemahan lawan, dan mensintesis atau mengkreasikan strategi untuk mengalahkannya. E. PERAN PENILAIAN DALAM PROGRAM PENDIDIKAN JASMANI Penilaian memiliki beberapa tujuan dalam program pendidikan jasmani. Guru pendidikan jasmani dapat menggunakan hasil penilaian antara lain untuk; 1. Mengukur perkembangan siswa untuk rencana pembelajaran selanjutnya 2. Mengukur proses pembelajaran siswa untuk mengetahui tingkat motivasi siswa 3. Memberikan umpan balik untuk siswa 4. Dokumen keefektivitasan program 5. Merumuskan proses observasi 6. Laporan dokumentasi pembelajaran siswa untuk dilaporkan kepada orang tua atau pihak terkait F. BERPINDAH KE PENILAIAN BERBASIS KINERJA Mayoritas guru pendidikan jasmani menggunakan tiga jenis tes, yaitu tes skill, tes kebugaran jasmani, dan tes tertulis. Permasalahan yang sering muncul adalah seorang siswa memiliki skor yang tinggi dalam tes skill namun tidak bisa bermain dalam permainan sesungguhnya. Penilaian Berbasis performa menilai siswa tidak hanya satu bagian saja, namun secara menyeluruh. Penilaian menggunakan penamatan langsung dalam proses pembelajaran. Namun begitu penilaian Berbasis performa juga bisa dikombinasikan dengan tiga jenis tes di atas. a. Tes tertulis Digunakan untuk mengetahui kemampuan dasar siswa tentang peraturan atau definisi. Bisa pula digunakan untuk mengukur pemahaman siswa tentang prosedur keselamatan, misalnya ketika kita akan belajar lempar lembing. b. Tes Kebugaran Jasmani Guru pendidikan jasmani seringkali melaksanakan tes kebugaran jasmani dua kali setahun. Hasil tes ini akan memberitahu guru tentang kondisi kebugaran jasmani siswa untuk menentukan program pembelajaran selanjutnya. Misalnya siswa kurang dalam fleksibilitas, guru dapat memprogramkan yoga atau senam. c. Skill Tes Siswa dapat diberi skill tes dengan sebelumnya memberitahukan kriteria tes agar siswa memiliki target dalam berlatih dan menciptakan perubahan selama pembelajaran. Skill tes mampu mendokumentasikan secara lengkap kemampuan teknis siswa. G. KESIMPULAN Pendidikan mencerminkan masyarakat secara menyeluruh. Perubahan yang ada di masyarakat menuntut pendidikan untuk berubah pula. Metode pembelajaran dan metode penilaian baru wajib dirumuskan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik. Jika pendidikan jasmani ingin bertahan, maka perubahan adalah sesuatu yang tak bisa ditawar lagi. Penilaian Berbasis performa mencoba menjawab permasalahan ini. Berbeda dengan penilaian tradisional, penilaian Berbasis performa menuntut siswa untuk aktiv mengembangkan teknik dan pengetahuan dalam berbagai macam penugasan. Penilaian adalah kunci utama perubahan dalam program pembelajaran pendidikan jasmani.

Minggu, 26 Agustus 2012

OLAHRAGA DAN POLITIK

Tempo hari saat nongkrong di dekat rektorat, seorang teman bertanya,” bagaimana kira-kira perang modern akan berlangsung?” Penggunaan satelit, komputer, penentuan posisi dan peluncuran rudal bisa dilakukan dari satu tempat. Ini berarti tak perlu boros infanteri dan barangkali yang berperang nantinya adalah mereka yang berada di belakang komputer?” 
Aku menjawab, “bukankah olimpiade itu adalah sebuah model perang yang benar-benar sangat modern?”


Olimpiade baru saja usai. Disana kita di suguhi pertarungan-pertarungan menarik di berbagai cabang olahraga. Uniknya di tabel perolehan medali, ada dua negara yang memimpin klasemen yakni Amerika dan China. Dua Negara yang nyatanya juga merupakan kekuatan ekonomi dan politik terbesar dunia saat ini.

Anda boleh tak suka saat olahraga dikait-kaitkan dengan sebuah visi politik. Diakui atau tidak, olahraga tak akan pernah bisa lepas dari itu. Perayaan nasionalisme adalah lencana yang membuat Olimpiade punya daya pukau yang mencengkau. Itu sebabnya lagu nasional jadi pembuka yang wajib ada di setiap pertandingan, pun saat penyerahan medali.

Maka dengan sebuah analisis sederhana bolehlah kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa olimpiade adalah sebuah arena pamer kekuatan ekonomi dan politik negara-negara adidaya. Dalam banyak kasus memang kita jumpai bahwa negara yang secara ekonomi maju, maka perkembangan olahraganya juga mengalami kemajuan yang sangat berarti. Lihatlah bagiamana perkembangan olahraga di Amerika, Australia, Perancis, Inggris, Jepang, China dan sebagainya yang telah berkembang begitu pesat. Dari segi prestasi, terutama dalam olimpiade , sejumlah negara tersebut telah menempatkan dirinya di papan atas. Dari segi perspektif tingkat kesehatan masyarakat yang diukur dari angka kematian bayi, angka harapan hidup, dan sebagainya, negara-negara maju juga lebih unggul.

Ketika pada Piala Dunia 1990 Maradona diangkat oleh Presiden Menem sebagai duta resmi Argentina, maka sang legenda sepak bola Argentina itu menjadi symbol konkret identifikasi antara olahraga dan politik. Pertalian erat antara olahraga dan politik bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan, bukan hanya dengan politik. Sebab olahraga memiliki multimakna; sosial, ekonomi, politik atau ideologi, dan kesehatan.

Diktator Adolf Hitler juga pernah memanfaatkan Federasi Sepak Bola (DFB) untuk propaganda politik Nazi. Dia mengatakan, ”Orang besar adalah pelari marathon sejarah”. Diktator lainnya, Bennito Mussolini, merasa penting dirinya ditampilkan dalam pose-pose olahraga, seperti sedang bermain anggar, tenis, atau naik kuda. Sebab, menyitir I Bambang Sugiarto (2000), bagi Mussolini, seorang politikus sejati haruslah serentak merupakan simbol kejantanan sportif. Sedangkan bagi kaum sosialis, olahraga adalah manifestasi penting semangat ideal kolektivisme yang rasional dan higienis.

Olahraga dalam perkembangannya bukan hanya sebagai alat politik atau legitimasi politik kekuasaan –seperti diktator Franco di Spanyol yang konon pernah memanfaatkan klub sepak bola Real Madrid sebagai alat legitimasi kekuasaannya, Mussolini pada Piala Dunia 1934 yang memaksakan Piala Dunia harus dilaksanakan di Italia dan Negara nya harus ‘menang atau mati’.

Jika kita melihat dalam tataran yang lebih sempit, sesungguhnya petarungan politik dan ekonomi lewat olahraga tidak hanya terjadi pada level antar Negara saja. Pekan olahraga Nasional (PON) merupakan ajang pamer kekuatan antar daerah, pun pada pekan olahraga provinsi (porprov) yang menjadi media persaingan antar kabupaten/kota. Jadi, dari pertalian antara olahraga dan politik atau ideologi, sudah tampak betapa olahraga dalam peradaban modern, bukan lagi sekadar kegiatan yang netral, melainkan kental sekali kandungan multimakna itu. Kita tak bias lepas dari itu, dan yang bisa kita lakukan hanyalah meminimalisir efek negative yang ditimbulkannya.