Selasa, 23 April 2013

PENDIDIKAN JASMANI DITENGAH KURIKULUM BARU

Kurikulum baru akan segera diberlakukan mulai bulan Juli tahun 2013. Ada beberapa perubahan yang terjadi dalam kurikulum baru ini, salah satunya adalah penghilangan mata pelajaran IPA dan IPS di Sekolah Dasar kelas bawah, serta penghilangan pelajaran Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) di SMA. Uniknya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang seringkali dianggap “tidak penting” oleh masyarakat, malah mendapat tambahan “porsi’ jam. Pelajaran penjas di Sekolah Dasar yang dahulunya hanya 3 jam, sekarang bertambah menjadi 4 jam per minggu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “ Ketika pelajaran lain harus di kebiri eksistensinya, lalu apa pentingnya pendidikan jasmani hingga dipertahankan, ?.

Era globalisasi mendesak institusi pendidikan menyiapkan peserta didik yang tangguh secara inteletual. Situasi ini seringkali menggiring opini masyarakat bahwa pelajaran seperti IPA, IPS, Bahasa Inggris atau Matematika jauh lebih penting dibanding Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Seorang wali murid tidak akan merasa khawatir ketika nilai penjas anaknya jelek, namun akan sangat kebingungan saat nilai Matematika anaknya mendapat nilai merah. Ia pun kemudian akan mengusahakan berbagai cara agar nilai Matematika anaknya kembali meningkat.

Situasi diatas secara umum menunjukkan bahwa selama ini pendidikan jasmani tidak muncul sebagai entitas yang diperhitungkan. Justru dalam situasi-situasi tertentu seringkali dianggap remeh dan tidak penting. Keadaan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun merupakan sebuah fenomena global. Di berbagai Negara, Pendidikan jasmani tidak dianggap sebagai bidang studi akademik yang bermakna, bahkan dibeberapa Negara Amerika Latin, Penjas tidak termasuk dalam struktur kurikulum nasional.

Persoalan ini menjadi semakin pelik ketika persoalan-persoalan yang dihadapi pendidikan jasmani selama ini. Beberapa persolaan tersebut adalah (1) adanya desakan untuk penyelenggaraan mata pelajaran baru semacam informasi teknologi( IT). Hal ini akan membawa pada kritisnya posisi pendidikan jasmani yang dianggap bukan pelajaran" penting" untuk digusur oleh mata pelajaran baru yang urgen untuk diberikan kepada siswa. Anggapan tidak penting ini bukan hanya fenomena di negara berkembang tetapi juga negara maju. Seperti Singapura misalnya, sangat jelas dalam desain sekolah bahwa pendidikan jasmani dan olahraga bukan menjadi hal yang penting. Hal ini berakar pada( 2) skeptisisme outcome pembelajaran pendidikan jasmani. Tidak ada manfaat yang jelas dari pelajaran Pendidikan Jasmani. Para pakar pendidikan jasmani di perguruan tinggi terlalu sibuk dengan pernyataan bahwa pendidikan jasmani mampu menjadi alat ampuh dalam membangun karakter bangsa, moral, disiplin dan nilai positif lainnya tetapi lupa meneliti keampuhannya tersebut.. Dalam konstelasi ini, (3) posisi pendidikan jasmani dalam kurikulum sekolah menjadi rapuh. Sehingga pada gilirannya, (4) krisis identitas profesi pendidikan jasmani tidak terelakkan lagi sebagai bagian dari krisis multidemensional yang dihadapi pendidikan jasmani (Setiawan, 2004: 3)

Saat ini pendidikan jasmani masih belum memiliki identitas yang mantap dimasyarakat. Padahal sesungguhnya pendidikan jasmani memiliki potensi untuk menjadi urgen dalam usaha pendidikan nasional. Jika kita berkaca pada perspektif sejarah, maka kita dapati sesungguhnya Pendidikan Jasmani dan Olahraga adalah alat perjuangan. Kala itu, para founding fathers bangsa kita mencoba memanfaatkan olahraga sebagai alat strategis dan sekaligus politis untuk keluar dari rasa rendah diri kolektif sebagai bangsa yang baru merdeka setelah sekian abad terjajah dan terbodohkan secara sistematis. Keyakinan yang berkembang adalah bahwa olahraga dapat menjadi bukti bahwa bangsa kita memiliki potensi dan kemampuan yang sama dengan bangsa lain, yang ditunjukkan melalui bisa berkiprahnya bangsa Indonesia dalam berbagai event olahraga regional dan internasional. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pendidikan jasmani dan olahraga pada mulanya merupakan alat Negara untuk menciptakan kebanggaan dan identitas nasional.

Namun begitu, sesungguhnya pendidikan jasmani memiliki tugas yang jauh lebih kompleks dibanding sekedar menjadi alat pembibitan atlet usia dini (usaha elitism). Penjas di masa depan seharusnya mampu diarahkan untuk memberi kontribusi positif kepada upaya pengubahan perilaku masyarakat. Melalui sosialisasi dalam pembelajaran penjas tiap hari, siswa diharapkan mampu mengelaborasi konsep gerak yang bermakna pada pengembangan kesadaran ruang (spatial awareness). Dengan kesadaran ruang ini manusia menyadari dirinya (ruang pribadi) dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungannya (ruang publik). Dalam asumsi penulis, kesadaran ruang ini jelas-jelas menjadi dasar dari kesadaran diri, sehingga darinya akan tumbuh sikap “tepa-selira.” Maka tidak diragukan bahwa melalui Penjas pulalah kita dapat menumbuhkan karakter luhur bangsa yang bersifat menyeluruh, seperti sifat jujur, disiplin, kerjasama, sadar lingkungan, serta empati pada orang lain. Konsep pembelajaran karakter yang utuh ini, tentu tak akan bisa kita lakukan di ruang kelas saja.

Penjas adalah sebuah stimulus bagi siswa untuk mampu berperilaku budaya hidup sehat sepanjang hayat. Melalui penjas, siswa akan bergerak dengan pemahaman, filosofi dan teori yang benar. Siswa akan memiliki kesadaran akan kesehatan pribadinya melalui perilaku hidup aktif. Akhirnya, masyarakat akan meninggalkan pola sedentary activity yang lebih mengandalkan peralatan modern yang menyebabkan kita malas bergerak, seperti lift yang membuat kita malas naik tangga, sepeda motor yang menyebabkan kita malas jalan kaki, atau pompa air yang memaksa kita tak perlu lagi menimba air. Pola hidup aktif adalah perimbangan dari perkembangan teknologi yang tak terkendali saat ini. Dan kesadaran akan hidup aktif ini hanya bisa diajarkan melalui pendidikan jasmani.

Akhirnya tibalah pada kesimpulan, bahwa Pendidikan jasmani dan Olahraga adalah pelajaran yang harus terus menjadi bagian dari kurikulum nasional. Pendidikan jasmani sesungguhnya merupakan alat pendidikan yang mampu membentuk manusia seutuhnya, dalam konteks pengembangan kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan sosial secara berimbang. Kebijakan Pemerintah melalui revitalisasi peran pendidikan Jasmani dalam Kurikulum 2013 adalah upaya yang harus kita dukung bersama.