“hati-hati di jalan”
Itulah pesan yang hampir selalu di ucapkan Ibu saya sebelum saya pergi berangkat kerja tiap paginya. Yah, kadang-kadang beliau lupa, mungkin karena banyaknya pekerjaan di dapur. Tapi lebih sering ia teriak keras-keras dari dapur “ati-ati le”, mungkin sambil nyuci baju atau menggoreng telur, tepat sesaat sebelum saya menghidupkan motor saya. Kenapa selalu tepat ya, yah mungkin itulah salah satu kelebihan ibu saya.......
Sebagai seorang pejalan jauh, yang menempuk jarak setidaknya 80 kilometer tiap harinya, tentu pesan ini bukan hanya sekedar pemanis mulut, layaknya salam yang diucapkan seorang pejabat saat ia sedang membuka sebuah pidato. Pesan ini mengandung makna pengharapan, berharap anaknya mampu bekerja dengan baik, serta pengharapan agar anaknya pulang tepat waktu. Pengharapan yg terakhir inilah yang paling penting, mengingat jarak tempuh yang cukup jauh antara rumah dan tempat saya bekerja. Terlebih kondisi jalan yang tidak rata, penuh belokan tajam, serta tebing curam di sisi kanan-kiri jalan.
Mungkin benar ungkapan ”history goes on asphalt” bahwa “sejarah itu berlangsung di jalan”. Yah ketika asap-asap knalpot mulai membumbung dan saling rasuk. Ketika uap aspal lalu menjelma menjadi fatamorgana, di situlah pengharapan akan kehidupan di mulai.
Tak berbeda dengan banyak orang, awal pengaharapan akan kehidupan saya pun dimulai di sini, di atas aspal, di jalanan (Ingat di jalanan, bukan di trotoar layaknya pedagang kaki lima, pengamen ataupun loper koran). Pagi-pagi buta ketika mungkin sebagian orang masih tertidur lelap, saya dan kuda besi kesayangan saya telah berdiri nan gagah di atas aspal. Siap menempuh perjalanan, perjalanan yang tidak main-main. Perjalanan untuk menunaikan tugas dan memenuhi pengharapan.
Sering saya barandai-andai. Andai saja jarak kerja saya tak sejauh ini. Andai saja tempat kerja saya dekat dari rumah. Tapi sayang, sejarah tak pernah memberi tempat untuk pengandaian, seperti juga jalan tak pernah melakukannya.
Tapi jangan pernah berfikir bahwa saya tersiksa dengan perjalanan jauh yang saya lakukan tiap hari ini. Sama sekali tidak. Mungkin di awalnya iya, namun seiring berjalannya waktu, saya malah menemukan keindahan dalam perjalanan.
Ada banyak hal yang bisa saya lakukan selama perjalanan, mulai dari melihat-lihat pemandangan, memperhatikan gerak-gerik orang di jalan, sampai melamun. atau lebih tepatnya berfikir. Berfikir atau melamun? Ah, entahlah, yang pasti di jalan lah Rencana Pelaksanaan Kehidupan selama sehari ke depan saya susun. Sungguh, waktu perjalanan berangkat kerja adalah situasi paling inspiratif dalam hidup saya. Kenapa saya bilang begitu?
Dalam perjalanan inilah seringkali saya memperoleh banyak inspirasi tentang apa yang akan saya lakukan hari ini, tentang tindakan yang mungkin akan saya perbuat dalam menghadapi suatu masalah. Tentang materi pembelajaran yang akan saya sampaikan. Tentang tempat jajan yang akan saya kunjungi hari ini, hmmmmm ternyata banyak sekali hal yang saya pikirkan ketika dijalan. Dan tak jarang, ide-ide brilian saya muncul ketika saya di jalan ini.
Orang lain mungkin butuh ruang nyaman untuk berfikir. Kamar belajar yang sejuk, atau ruang kerja yang ber AC. Yang lain, butuh ke pantai atau ke gunung untuk mendapatkan inspirasi. Namun entahlah pikiran saya seringkali tiba-tiba jadi kreatif ketika di jalan. Yang butuh saya lakukan adalah cukup duduk diatas motor dan melaju. Itu saja.
Maka ketika seorang filsuf mengatakan bahwa meditasi adalah situasi yang mampu mengendalikan pikiran kita yang bagai “Kuda Liar”. Maka saya mengatakan kuda saya sudah terlalu Liar untuk diajak bermeditasi.
Harapan saya sederhana saja, teruslah inspirasi keluar dalam perjalanan saya ini, tapi juga semoga saya akan tetap terus mampu memenuhi janji saya kepada Ibu untuk pulang tepat waktu......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar