ABSTRAK
Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan
seorang atlet dalam olahraga. Tiga hal yang membentuk kepribadian antara lain: Psychological core, Respon tipical, dan role-related behavior. Beberapa
pendekatan mengenai kepribadian antara lain: pendekatan psikodinamik,
pendekatan sifat, pendekatan situasi, pendekatan interaksi, dan pendekatan fenomenologis. Terdapat beberapa
hubungan antara kepribadian dan performa olahraga. Tidak ada profil kepribadian
yang spesifik yang telah ditemukan yang secara konsisten mendeskripsikan bahwa
seseorang dapat disebut dengan atlet atau tidak. Morgan
(1980) melakukan pemodelan kesehatan mental yang menunjukkan bahwa atlet yang
sukses menunjukkan kesehatan mental positif yang lebih besar daripada yang
tidak. Situation specific measure memprediksi perilaku
dengan lebih reliable untuk situasi
tertentu karena mempertimbagkan kepribadian partisipan dan situasi spesifik. Sport specific measure memprediksi
perilaku personal dalam seting olahraga lebih baik dari pada tes kepribadian
secara umum.
Kata kunci: Kepribadian, Olahraga.
PENDAHULUAN
Banyak teori yang
digunakan untuk mendefinisikan kepribadian, akan tetapi hampir secara
keseluruhan teori-teori
tersebut sepakat bahwa kepribadian berkaitan dengan keunikan. Kepribadian
adalah gabungan dari karakter-karakter
yang membuat seseorang menjadi unik. Penelitian tentang kepribadian akan
membantu ahli olahraga
untuk bekerja lebih baik dengan siswa, atlet, dan pelatih. Cara terbaik untuk
mengartikan kepribadian adalah dengan melihat tiga level yang terpisah namun
saling berkaitan yaitu:
pusat psikologis, ciri khas tanggapan, dan perilaku berdasarkan
peran.
Pusat atau inti psikologis merupakan bagian paling dasar dari kepribadian
yang meliputi perilaku-prilaku
dan nilai-nilai,
kepentingan dan alasan-alasan,
serta keyakinan terhadap diri sendiri dan harga diri. Pada intinya, pusat
psikologis inilah yang nantinya membentuk seseorang yang sesungguhnya, bukan
pencitraan diri yang diinginkan
dari orang lain.
Ciri khas tanggapan merupakan
cara dari masing-masing
untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan atau bagaimana biasanya menanggapi
lingkungan di sekitar. Biasanya
jenis atau
ciri khas tanggapan kita akan menggambarkan seperti apakah psikologis seseorang. Sebagai contoh:
Seseorang yang secara konsisten menanggapi segala hal dengan malu-malu dan pendiam adalah
seseorang yang tertutup dan tidak terbuka pada orang lain.
Perilaku
yang berkaitan dengan peran merupakan
bagaimana berperilaku berdasarkan apa yang dilihat dari lingkungan. Perilaku ini
merupakan aspek kepribadian yang paling tidak tetap (berubah-ubah). Perilaku yang berubah seiring dengan
perubahan tanggapan terhadap
lingkungan yang dihadapi.
Situasi yang berbeda menuntut untuk memerankan peran yang berbeda. Dalam satu
hari bisa saja memerankan peran dan perilaku yang berbeda-beda seperti sebagai
seorang mahasiswa, pelatih sebuah tim kecil, pekerja, dan juga sebagai seorang
teman.
MEMAHAMI
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Kepribadian
menginginkan stabilitas dan perubahan. Aspek stabilitas memberikan struktur
yang diperlukan
untuk berfungsi secara efektif dalam masyarakat, sedangkan aspek-aspek yang bersifat
dinamis dan berubah-ubah memberikan
kesempatan untuk belajar.
Sebagai pelatih, guru
olahraga, instruktur, dan pemimpin latihan, bisa menjadi lebih efektif jika
mengetahui perbedaan level dalam struktur kepribadian yang berada di luar
perilaku yang disebabkan oleh peran dalam situasi tertentu. Dengan memahami
secara langsung bagaimana kepribadian asli seseorang serta jenis-jenis tanggapan atau
respon yang biasa dilakukan
akan memberi kejelasan pada motivasi, tindakan-tindakan, dan perilakunya. Dalam memahami
struktur kepribadian dapat dilakukan melalui lima sudut pandang:
1)
Pendekatan
Psikodinamis (Psychodinamic approach).
Pendekatan ini dikategorikan dalam dua tema: pertama,
pendekatan ini menekankan pada faktor ketidak sengajaan dalam
perilaku atau yang bersifat insting
dan faktor-faktor
yang lebih bisa disadari (superego
atau kesadaran moral seseorang) dan kedua, pendekatan ini berfokus dalam
pemahaman pada keseluruhan individu seseorang dari pada sifat-sifat atau wataknya.
Pendekatan ini cukup kompleks.
Pendekatan ini melihat kepribadian sebagai sekelompok proses-proses dinamis yang berubah
secara konstan dan sering bertentangan satu sama lain. Penekanan khusus berada
pada bagaimana kepribadian orang dewasa dibentuk oleh resolusi konflik antara
aspek-aspek
yang tidak disadari dengan nilai-nilai dan kata hati dalam superego pada masa anak-anak.
Meskipun pendekatan ini memiliki
dampak yang besar dalam dunia psikologi, terutama pada pendekatan klinis dalam
psikologi, pendekatan ini memiliki dampak yang sangat kecil pada psikologi
olahraga. Seorang
psikologis olahraga dari Swedia, Erwin Apitzsch, telah mengukur mekanisme
pertahanan pada atlet dan menggunakaannya untuk membantu dalam menanggulangi
stress dan kegelisahan. Secara spesifik, bahwa atlet sering
merasa terancam yang mengakibatkan bereaksi dengan gelisah. Sebagai pertahanan
dari rasa kegelisahannya,
atlet menjalankan berbagai macam mekanisme pertahanan yang tidak disadari, seperti menghindari masalah.
Saat mekanisme pertahanan yang kurang tepat digunakan, penampilan dan kepuasan
atlet akan terpengaruh. Namun atlet dapat mengatasi masalah ini melalui
psikoterapi.
Kelemahan terbesar dalam pendekatan
ini adalah pendekatan ini sulit untuk dites atau diukur. Kelemahan lainnya adalah bahwa
pendekatan ini hanya berfokus besar pada faktor-faktor internal dari perilaku, dan kurang
memperhatikan adanya faktor
lingkungan sosial.
Oleh karena itu pendekatan ini cukup jarang digunakan oleh para psikologi
olahraga.
Kontribusi utama dari pendekatan ini
adalah pemahaman bahwa tidak semua perilaku atlet dan pelatih berada dalam kontrol secara sadar, oleh karena itu pada
suatu waktu mungkin saja akan sesuai untuk berfokus pada factor-faktor diluar kesadaran
dari perilaku.
2)
Pendekatan Ciri (Trait approach)
Pendekatan ini berasumsi bahwa unit
pokok dari kepribadian (ciri khasnya) relative stabil. Oleh karena itu, ciri
kepribadian akan tetap bertahan lama dan konsisten walaupun dalam berbagai
macam situasi. Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku seseorang memang
berasal dari dalam dirinya sendiri dan pengaruh lingkungan sangatlah kecil.
Seorang atlet yang kompetitif misalnya, ia akan cenderung bermain dengan
sungguh-sungguh
dan memberikan
semua yang dipunya
tanpa terpengaruh oleh situasi dan skor.
Pada saat ini ada lima besar model
kepribadian yang paling diterima secara luas (Gill, 2000; Vealey, 2002). Teori
ini berpendapat bahwa terdapat lima dimensi utama dalam kepribadian, meliputi neurotisme (kegugupan, kegelisahan,
depresi, dan kemarahan vs. stabilitas emosi), extraversion (antusiasme, kemampuan bergaul, ketegasan dan tingkat aktivitas
yang tinggi vs. introversi), keterbukaan pada hal
baru (keaslian, kebutuhan pada variasi, keingintahuan), keramahan (kebaikan,
mementingkan orang lain, kesederhanaan), kesungguhan (ketidak leluasaan, usaha
pencapaian, disiplin diri). Kelima dimensi ini telah disepakati sebagai
karakteristik umum kepribadian yang paling penting dalam masing-masing individu. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki tingkatan yang berbeda akan
berperilaku berbeda.
Pendekatan
ini berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami kepribadian adalah dengan
memperhatikan ciri atau kekhasan
yang relativ bertahan lama dan stabil. Akan tetapi hanya dengan mengetahui ciri kepribadian
seseorang tidak akan selalu membantu kita untuk memperkirakan bagaimana orang
tersebut akan berperilaku dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, seorang atlet
yang mungkin saja pemarah dan emosional dilapangan, belum tentu bertindak serupa
dilingkungan rumah dan keluarganya.
3)
Pendekatan Situasi (Situation approach)
Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku
sangat dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan. Hal tersebut berasal dari
teori pembelajaran
sosial
(Bandura, 1977), yang menjelaskan perilaku dalam konteks pembelajaran
observasional (percontohan) dan bantuan sosial (feedback). teori ini berpegang teguh bahwa pengaruh-pengaruh dan penguatan
lingkungan membentuk bagaimana seseorang
akan bersikap. Seseorang mungkin saja berperilaku dengan penuh percaya diri dan
mantap dalam satu waktu, namun bisa saja tiba-tiba menjadi gugup,
nervous, dan ragu-ragu
dilain waktu.
Meskipun teori ini tidak terlalu banyak
dipakai oleh psikolog olahraga (tidak seperti trait approach), namun Martin dan
Lumsden (1987) berpendapat bahwa seseorang bisa mempengaruhi perilaku dalam
olahraga dan pendidikan olahraga dengan merubah penguatan dalam lingkungan.
Akan tetapi tetap saja teori ini juga tidak bisa benar-benar memperkirakan
perilaku seseorang.
4)
Pendekatan Interaksi
(Interactional approach)
Pendekatan ini berpendapat bahwa individu dan
situasi merupakan dua faktor
pembentuk kepribadian. Dengan kata lain, untuk mengetahui
perilaku seseorang kita harus mengetahui cirri kepribadian orang tersebut dan
juga memahami situasi dan lingkungan dimana orang itu berada. Namun terkadang juga
tidak hanya dua hal tersebut secara terpisah, melainkan juga kombinasi diantara
keduanya yang nanti akan mengahasilkan perilaku dan kepribadian yang unik dari
masing-masing
orang. Sebagian besar psikolog olahraga dan kepelatihan jaman sekarang
menggunakan teori ini dalam mempelajari perilaku atletnya. Bowers (1973)
menemukan bahwa interaksi antara orang dan situasi bisa memberikan gambaran
lebih jelas mengenai perilaku dari pada ciri kepribadian atau situasi itu
sendiri. Pendekatan ini membutuhkan investigasi terhadap bagaimana seseorang
bereaksi secara individu dalam sebuah lingkup olahraga tertentu atau aktivitas
fisik.
5)
Pendekatan
Fenomenologis (Phenomenological approach)
Meskipun
sebagian besar psikolog olahraga dan kepelatihan pada saat ini banyak
mengadopsi pendekatan interaksi dalam penelitian kepribadian, pendekatan
fenomenologis ini merupakan orientasi yang paling terkenal saat ini (Vealey,
2002). Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku paling baik ditentukan oleh
dua faktor
karakteristik lingkungan dan pribadi. Namun, dalam pendekatan ini tidak
berfokus pada ciri atau watak sebagai faktor utama dalam perilaku, melainkan
pemahaman dan interpretasi seseorang terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya. Sehingga, pengalaman dan pendapat pribadi seseorang berperan
penting dalam pendekatan ini.
Banyak teori-teori terkemuka pada saat ini yang tergolang
dalam teori fenomenologis ini. Misalnya Teori-teori tentang determinasi diri dalam
motivasi seperti teori evaluasi kognitif, teori orientasi tujuan, teori
kognitif sosial
dan berbagai teori mengenai karakter kognitif yang dikaitkan dengan
keberhasilan atletik.
Kesimpulannya, kelima pendekatan (teori)
atau sudut pandang terhadap kepribadian ini berbeda dalam beberapa hal.
Pertama, mereka berbeda dalam tiap keputusan tentang perilaku, dari mulai
ditentukan oleh karakteristik internal masing-masing individu (teori psikodinamis) sampai
pada anggapan bahwa perilaku ini dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan
(teori situasi). Kedua, mereka berbeda dalam asumsi-asumsi tentang keaslian dari perilaku manusia, apakah perilaku
tersebut dibentuk dari percampuran sifat-sifat atau ciri individu atau oleh faktor-faktor yang disadari dan
seberapa penting interpretasi aktif seseorang terhadap dirinya sendiri dan
lingkungan. Meskipun semua teori tersebut telah banyak membantu kita dalam
memahami kepribadian dalam olahraga dan aktivitas fisik, teori interaksi dan phenomenologist merupakan yang paling
ditekankan pada saat ini.
PENGUKURAN
KEPRIBADIAN
Para psikolog telah
mengembangkan berbagai cara untuk mengukur kepribadian yang bisa membantu kita
untuk memahami sifat-sifat
dan keadaan kepribadian. Banyak psikolog yang membedakan
antara gaya seseorang dalam bersikap (sifat) dan dampak-dampak situasi dalam
perilaku (keadaan). Perbedaan antara keduanya ini sangat penting dalam
perkembangan penelitian kepribadian dalam olahraga. Namun demikian, meskipun
sifat psikologis yang diberikan memaksa seseorang untuk bersikap dengan cara
tertentu, perilaku tersebut belum tentu muncul dalam setiap situasi. Oleh
Karena itu kita perlu memperhatikan kedua aspek sifat dan keadaan tersebut
karena kita berusaha untuk memahami dan memperkirakan perilaku.
1)
Pengukuran Kepribadian Berdasarkan
Sifat dan Keadaan.
Dalam contoh pengukuran sifat dan
keadaan yang dilakukan Vealey (1986), terdapat perbedaan antara pengukuran
sifat dan keadaan percaya diri dalam olahraga. Catatan tentang sifat percaya
diri dalam olahraga menekankan pada merasa bagaimana secara umum atau secara
tipikal, sedangkan Catatan tentang keadaan percaya diri dalam olahraga
menekankan pada bagaimana merasa “sekarang” pada suatu waktu dalam suatu
situasi tertentu.
2)
Pengukuran
Kepribadian Berdasarkan Situasi Spesifik.
Meskipun skala-skala umum menyediakan
beberapa informasi yang berguna tentang sifat dan keadaan kepribadian,
pengukuran situasi-spesifik memprediksi perilaku lebih dapat dipercaya pada
situasi-situasi
yang diberikan karena mereka mempertimbangkan kepribadian peserta dan situasi
spesifiknya (teori interaksi). Misalnya pada beberapa siswa yang memiliki hasil
buruk pada saat ujian dikarenakan kegelisahan dan kegugupan, sementara mereka
menunjukan hasil yang lebih baik diluar saat-saat ujian. Hal ini dikarenakan ujian
membuat gugup dan gelisah. Dapat diprediksi
perilaku dengan lebih baik saat memiliki pengetahuan lebih pada situasi
tertentu dan cara-cara
masing-masing
individu untuk menanggapi jenis situasi tertentu.
3)
Pengukuran
Kepribadian Berdasarkan Olahraga Spesifik.
Pengukuran ini memprediksi perilaku
dalam lingkup olahraga dengan lebih baik dari pada prediksi yang
dilakukan oleh tes kepribadian yang bersifat umum. Namun sampai saat ini hampir
semua pengukuran sifat dan keadaan kepribadian dalam olahraga yang ada berasal
dari tes-tes
psikologi umum, tanpa ada spesifikasi sumber pada olahraga atau aktivitas
fisik. Pengukuran kepribadian berdasar olahraga spesifik ini memberikan
hasil yang lebih bisa dipercaya dan valid dalam konteks pengukuran sifat dan
keadaan kepribadian di olahraga dan kepelatihan. Sebagai contoh, dari pada
menguji seberapa gugup atau gelisah seseorang sebelum memberikan pidato atau
pergi kencan, seorang pelatih mungkin lebih memilih untuk menguji seberapa
gugup dan gelisah seorang atlet sebelum menjalankan kompetisi.
Beberapa tes telah banyak
dikembangkan untuk olahraga-olahraga
tertentu. Tes tersebut dapat membantu untuk mengidentifikasi area psikologis
mana yang merupakan kelebihan dan kekurangan dari seseorang pada kegiatan
olahraga tersebut. Setelah mendapatkan hasilnya, seorang pelatih bisa memberi nasihat atau masukan
pada pemain tentang bagaimana untuk membangun kekuatan dan mengurangi atau
menghilangkan kelemahan-kelemahan
yang dimiliki.
FLUKTUASI
SEBELUM DAN SELAMA KOMPETISI
Perasaan berubah sebelum dan selama
kompetisi. Biasanya keadaan akan dengan cepat membebani sebelum kompetisi atau
kegiatan fisik dimulai. Meskipun sebuah pengukuran bisa mengindikasikan
bagaimana perasaan seseorang pada waktu itu, perasaan tersebut bisa saja berubah
selama kompetisi. Sebagai
contoh, seorang pebasket yang memiliki ketenangan tinggi, mungkin saja mengalami
penurunan dan kenaikan kontrol diri dalam satu pertandingan. Oleh karena itu, perlu
memperhatikan fluktuasi seperti ini dalam mengidentifikasi kepribadian dan
reaksi-reaksi
dalam lingkup kompetisi.
MENGGUNAKAN
PENGUKURAN PSIKOLOGIS
Pengetahuan tentang
kepribadian sangat penting bagi kesuksesan seorang pelatih, guru, atau instruktur
latihan. Mungkin saja bisa mencoba tes psikologi untuk
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membantu orang-orang yang ingin dibantu secara profesional.
Namun demikian tes psikologi saja tidaklah bisa digunakan untuk memprediksi
kesuksesan atlet. Meskipun juga memang belum begitu jelas bagaimana tes
psikologi ini seharusnya digunakan, namun penting bagi para professional untuk
mengetahui batasan-batasan
dan penggunaan-penggunaan
untuk pengujian dengan tujuan mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Berikut beberapa pertanyaan penting
yang harus diperhatikan tentang tes psikologi:
a)
Haruskah tes
psikologi digunakan untuk membantu memilih atlet pada sebuah tim?
b)
Kualifikasi apa yang
harus dimiliki oleh seseorang untuk mengatur sebuah tes psikologi?
c)
Haruskah para pelatih
memberikan tes psikologi pada para atletnya?
d)
Jenis tes psikologi
apakah yang seharusnya digunakan pada para atlet?
e)
Bagaimana seharusnya
tes psikologi diadakan pada para atlet?.
Semua
tes psikologi mengandung sebuah tingkat kesalahan pengukuran. perhatikan dengan
seksama untuk menginterpretasi hasilnya. Berikut adalah tujuh pedoman dalam
penggunaan psikologi tes yang dikemukakan oleh Asosiasi Psikologi Amerika pada
tahun 1985.
1)
Mengetahui Prinsip-Prinsip
Dalam Pengujian dan Kesalahan Pengukuran
Sebelum mengadakan sebuah pengujian
psikologi, sebaiknya lebih dulu memahami prinsip-prinsip pengujian, mampu untuk mengenali
kesalahan-kesalahan
pengukuran, dan memiliki pengukuran yang dibuat dengan baik serta memiliki
kevalidan. Tidak semua tes psikologi dikembangkan dengan sistematis dan dibuat
secara reliabel.
Membuat prediksi dan interpretasi tentang perilaku dan struktur kepribadian
seorang atlet dan pelatih seringkali membawa dalam kesalahan dan ketidak etisan. Hasil tes
tidaklah selalu absolute, bahkan tes-tes valid yang telah dibuat dengan
sedemikian rupa masih seringkali mengandung kesalahan pengukuran.
2)
Mengetahui
Keterbatasan
Asosiasi Psikolog Amerika
menyarankan pada orang-orang
yang mengadakan tes haruslah mewaspadai keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam
latihan-latihan
dan persiapan. Akan tetapi, beberapa orang tidak memahami keterbatasan dari
pengetahuan atau menginterpretasikan hasil tes dengan tidak etis dan tepat yang
dapat merugikan para atlet.
Sebagai contoh, sangatlah kurang
tepat untuk memberikan tes psikologi klinis pada siswa pendidikan olahraga. Masing-masing individu membutuhkan
pelatihan khusus tentang penilaian secara psikologis untuk dapat
dikualifikasikan sehingga bisa digunakan untuk menginterpretasi hasil-hasil dari tes personal
atau individu.
3)
Jangan Gunakan Tes
Psikologi Dalam Pemilihan Anggota Tim
Hanya menggunakan tes psikologi untuk
memilih pemain-pemain untuk
sebuah tim adalah sebuah penyalahgunaan, karena
tes tersebut tidaklah cukup akurat untuk memprediksi. Sebagai contoh tes
psikologi yang digunakan untuk menentukan posisi seorang pemain dalam sebuah
tim, misalnya playmaker dalam
sepakbola dipilih hanya karena mendapat nilai tes psikologi yang bagus.
Beberapa tes psikologi mungkin memiliki keterbatasan dalam penggunaanya, namun
tes tersebut sering berhubungan dengan pengukuran performa fisik, evaluasi
pelatih, dan level aktual
sebuah permainan.
Sekali lagi, penggunaan tes psikologi
sebagai satu-satunya
sumber yang digunakan dalam pemilihan atau pembentukan sebuah tim merupakan
suatu penyalahgunaan dan tidak dapat ditoleransi. Namun adapun jika tes
tersebut digunakan sebagai salah satu media dalam proses pemilihan atlet, maka
terdapat tiga kondisi dasar yang harus dipertimbangkan. Pertama, tes tersebut
haruslah memenuhi kriteria
validitas dan reliabilitas. Kedua, penguji haruslah tahu karakteristik
kepribadian merupakan sebuah kunci sukses dalam dunia olahraga dan juga
mengetahui level ideal dari karakteristik kepribadian tersebut. Ketiga, penguji
juga harus tahu seberapa besar kemampuan atlet untuk mengimbangi kekurangan
karakter kepribadian yang mereka miliki dengan karakteristik kepribadian ideal
yang diharuskan.
4)
Menyertakan Penjelasan
dan Feed Back (umpan balik atau tanggapan)
Sebelum menyelesaikan keseluruhan
tes, atlet, siswa, dan pelatih harus diberitahu tujuan dari tes tersebut, apa
yang diukur, dan bagaimana tes tersebut akan digunakan. Atlet harus menerima feed back (umpan balik) yang
spesifik tentang hasil-hasil
tesnya untuk memberi
kesempatan pada mereka untuk mendapatkan kejelasan tentang dirinya sendiri
selama proses pengujian atau tes berlangsung.
5)
Meyakinkan Atlet
Tentang Kerahasiaan Hasil Tes
Penting bagi penguji untuk meyakinkan
bahwa jawaban tes yang dilakukan dijamin kerahasiaannya pada tes apapun yang
dilakukannya. Dengan jaminan ini, peserta tes akan dengan senang hati
memberikan jawaban yang lebih jujur. Karena apabila mereka merasa khawatir
tentang jawaban yang nantinya mereka berikan, mereka bisa saja membuat jawaban
rekaan atau berbohong yang tentu saja akan mempengaruhi hasil dari tes itu
sendiri. Jika penguji tidak memberikan alasan kenapa tes tersebut diadakan,
maka seringkali peserta tes akan ragu atau bertanya-tanya apakah pelatih akan
menggunakan tes tersebut untuk memilih pemain dalam timnya.
6)
Mengunakan Pendekatan
Intra Personal
Seringkali menjadi sebuah kesalahan saat membandingkan hasil tes
psikologi seorang atlet dengan peraturan-peraturan, meskipun dalam beberapa hal perbandingan
tersebut bisa berguna. Atlet mungkin saja memiliki nilai yang tinggi dalam
tingkat kegelisahan yang tinggi atau rendah, kepercayaan diri, atau motivasi
yang berhubungan dengan orang lain, tapi hal yang lebih penting adalah bahwa
bagaimana
yang sedang dirasakan
dihubungkan dengan bagaimana biasanya atlet rasakan. Gunakan informasi ini untuk
membantu para atlet
tampil lebih baik dan mendapatkan pengalaman lebih, tapi dihubungkan dengan
standar sendiri bukan nilai dari yang lain.
7)
Memahami dan Memperkirakan
Unsur-Unsur Kepribadian yang Spesifik.
Pemahaman yang baik terhadap unsur-unsur kepribadian
memberikan beberapa sudut pandang untuk menggunakan dan menginterpretasikan tes-tes psikologi. Sebagai
contoh, untuk mengukur kepribadian seseorang, tentunya akan tertarik dengan
nilai tes psikologinya. Untuk mengukur aspek-aspek yang lebih mendalam dan mendasar dalam
kepribadian dapat menggunakan tes proyeksi. Tes proyeksi ini biasanya
menggunakan gambar-gambar
atau situasi tertulis, dan peserta tes diminta untuk memproyeksikan perasaan
pikirannya
tentang materi tersebut.
Tes ini memang sangat menarik, akan
tetapi seringkali sulit untuk mengukur dan menginterpretasikan. Maka, banyak psikolog
olahraga yang menentukan kepribadian dalam olahraga dengan meilihat jenis-jenis tanggapan yang
terlibat dalam situasi-situasi
tertentu yang dibutuhkan. Misalnya pelatih
ingin mengetahui lebih apakah seorang atlet dalam keadaan gelisah, mereka juga
ingin mengetahui bagaimana cara para atlet menghadapi kegelisahan dalam
kompetisi. Maka sebuah tes yang mengukur tingkat kegelisahan akan lebih berguna
bagi sorang pelatih atau psikolog olahraga dari pada tes yang
mengukur kegelisahan dalam konteks umum.
YANG
BOLEH DILAKUAKAN DALAM TES KEPRIBADIAN
1)
Memberitahu peserta
tentang tujuan dari tes kepribadian dan bagaimana tes tersebut digunakan.
2)
Hanya memperbolehkan
orang-orang
yang memenuhi syarat yaitu yang memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip pengujian dan
kesalahan pengukuran untuk memberikan tes kepribadian.
3)
Mengintegrasikan
hasil tes kepribadian
dengan informasi yang didapatkan tentang peserta.
4)
Menggunakan tes-tes spesifik dalam
olahraga atau latihan kapanpun dimungkinkan. Pemberian tes ini juga disertai
konsultasi dengan seorang psikolog olahraga.
5)
Menggunakan
pengukuran sifat dan keadaan kepribadian.
6)
Menyediakan peserta
dengan umpan balik yang spesifik berkaitan dengan hasil tes.
7)
Bandingkan para
individu
dengan garis dasar mereka sendiri, bukan dengan informasi-informasi yang bersifat normatif.
YANG
TIDAK BOLEH DILAKUKAN DALAM TES KEPRIBADIAN
1)
Jangan gunakan tes
kepribadian klinis yang berfokus pada ketidak normalan untuk
mempelajari sebuah populasi rata-rata dari peserta olahraga dan latihan.
2)
Jangan gunakan tes
kepribadian untuk memutuskan siapa yang menyusun sebuah tim atau program dan
siapa yang tidak.
3)
Jangan beri atau
menginterpretasi tes kepribadian kecuali memang memenuhi syarat dari Asosiasi
Psikologi Amerika atau lembaga berwenang lainnya untuk melakukan hal tersebut.
4)
Jangan gunakan tes
kepribadian untuk memperkirakan perilaku dalam olahraga dan lingkup latihan
tanpa memperhatikan sumber-sumber
informasi lainnya,
seperti data observasi dan penilaian penampilan.
MEMPERHATIKAN
PENELITIAN KEPRIBADIAN
Penelitian yang
diadakan dari tahun 1960an dan 1970an telah mendapatkan beberapa kesimpulan
berguna mengenai hubungan antara kepribadian dengan penampilan olahraga. Morgan (1980)
menggambarkan sebuah kelompok yang memiliki sebuah pendapat yang mudah
dipercaya. Yaitu bahwa kepribadian berkaitan erat dengan kesuksesan atlet.
Namun kelompok lainnya mengatakan bahwa kepribadian tidak berkaitan dengan
kesuksesan atlet.
Meskipun dua pendapat tersebut
mengemuka, namun demikian memang ada beberapa hubungan antara kepribadian dan
penampilan olahraga, tapi itu masihlah jauh dari sempurna. Yaitu meskipun sifat-sifat dan keadaan
kepribadian dapat membantu memperkirakan perilaku dan kesuksesan olahraga.
ATLET
DAN NON-ATLET
Mencoba untuk
mengartikan seorang atlet tidaklah mudah. Apakah atlet adalah seseorang yang
bermain dalam sebuah tim universitas atau antar sekolah, seseorang yang memperagakan kemampuan
tertentu, yang berjoging setiap
hari untuk menurunkan berat badan, yang
bermain olahraga professional, yang
bermain olahraga dalam ruangan.
Keambiguan arti inilah yang akan akan dipelajari dalam penelitian kepribadian
antara atlet dan non-atlet.
Sebuah penelitian
besar tentang atlet dan non-atlet yang melibatkan 2000 mahasiswa pria
menggunakan Cattell’s 16F yang mengukur 16 faktor sikap kepribadian. Tidak ada
satu pun profil kepribadian yang ditemukan yang membedakan antara atlet (yang
diartikan sebagai anggota tim universitas dalam penelitian ini) dan non-atlet.
Akan tetapi, ketika atlet dikategorikan berdasarkan jenis olahraga tertentu,
beberapa perbedaan memang benar-benar
muncul. Misalnya, dibandingkan dengan para non-atlet, atlet yang bermain dalam
tim-tim
olahraga memberikan sedikit alasan yang abstrak, lebih terbuka, lebih
bergantung pada orang lain, tidak terlalu egois. Lebih lanjut lagi, dibandingkan dengan non-atlet,
atltet yang bermain dalam olahraga perorangan menampilkan obyekitivitas yang
lebih tinggi, lebih ketergantungan, tidak gugup, dan tidak terlalu berpikir
secara abstrak.
Oleh sebab itu,
beberapa perbedaan kepribadian dapat digunakan untuk membedakan antara atlet
dan non-atlet, namun perbedaan-perbedaan
spesifik tersebut belum bisa disebut berarti. Schurr dkk (1977) menemukan bahwa
atlet beregu lebih bergantung satu sama lain, bersifat lebih terbuka, dan lebih
mudah gelisah atau gugup
tapi kurang imaginative dibandingkan
dengan atlet perorangan. Tentu saja, beberapa jenis kepribadian dapat dikaitkan
dengan jenis olahraga tertentu, bukannya keikutsertaan dalam suatu olahraga,
entah dengan cara apa, merubah kepribadian seseorang. Alasan untuk perbedaan
ini masih belum jelas. Belum ada kepribadian tertentu yang
telah ditemukan yang dapat secara konsisten membedakan antara atlet dengan non
atlet.
ATLET
PEREMPUAN
Karena lebih banyak wanita ikut
berkompetisi dalam olahraga, kita perlu untuk memahami profil kepribadian dari
para atlet perempuan. Pada tahun 1980, Williams menemukan bahwa atlet-atlet perempuan yang
sukses berbeda ditandai dengan “normative”
perempuan dalam lingkup profil kepribadian. Dibandingkan dengan perempuan yang
bukan atlet, atlet-atlet
wanita lebih berorientasi pada pencapaiannya, mandiri, agresif, memiliki emosi
yang stabil, dan tegas. Kebanyakan dari sifat-sifat tersebut sangatlah diinginkan dalam olahraga. Ternyata,
atlet-atlet
yang hebat memiliki karakteristik kepribadian yang hampir sama, tanpa memandang
mereka laki-laki
atau perempuan.
KESIMPULAN
Prestasi yang tinggi tidak datang dengan sendirinya,
tetapi harus dimulai dengan menemukan bibit-bibit atlet berbakat, kemudian
dibina melalui latihan-latihan yang teratur, terarah, terencana dengan baik
dengan penguasaan teknik-teknik dan taktik yang setepat-tepatnya. Pada tahap
pemilihan bibit atlet berbakat sudah tampak, bahwa prestasi yang tinggi akan
berhubunngan dengan sifat-sifat kepribadian atlet, dan untuk cabang-cabang
olahraga tertentu dibutuhkan sifat-sifat tertentu.
Kepribadian
tidak mudah tampak dan diketahui, karena kepribadian adalah kesatuan kebulatan
jiwa yang komplek. mengenai kepribadian atlet yang tercermin dalam cita-cita,
watak, sikap, sifat-sifat, dan perbuatannya. Dalam upaya memahami kepribadian
telah dikembangkan berbagai instrumen atau alat untuk meneliti sifat-sifat dan
sikap individu. Dengan mengetahui sifat-sifat atlet diharapkan dapat memahami
kelebihan dan kekurangan dari atlet, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya
pembinaan atlet yang bersangkutan.
Untuk mengetahui kepribadian
seseorang dapat digunakan pendekatan: (a) pendekatan psikodinamis (psychodinamic approach), (b) pendekatan ciri (c) pendekatan
situasi, (d) pendekatan interaksi, dan (e) pendekatan
fenomenologis.
DAFTAR PUSTAKA
(1995). Psychodynamic theory
of personality and sport performance. European perspectives on exercise and
sport psychology.
diakses pada tanggal 24 Februari 2012
Weinberg, Robert S.; Gould, Daniel. (2007). Foundations of Sport and Exercise Psychology. edition. Champaigen. II.: Human Kinetics
publishers, Inc.
Tiga hal yang membentuk kepribadian antara lain: Psychological core, Respon tipical, dan role-related behavior.
BalasHapusbisa di jelaskan apa-pa saja maksud dari ke 3 hal tersebut, , ,