Abstract
Human character represents the values of human behavior
associated with the Almighty God, self, fellow human beings, the environment,
and nationhood embodied in thoughts, attitudes, feelings, words, and actions
based on religious norms, laws, etiquette, culture , and customs. Physical
Education is necessary to build character that is able to create healthy and
qualified human resources suitable for cadres of national development. Physical
Education will allow the formation of healthy body, the formation of
achievements, the establishment of social and mental balance, higher speed of
thinking processes, and better personality to lead to the formation of
individual character imperative for national development.
PENDAHULUAN
Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan
mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal
ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, jelas
bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen
oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang
tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan
soft skill daripada hard skill.
Hal ini mengisyaratkan
pentingnya meningkatkan mutu
pendidikan karakter peserta didik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan
nasional yang berjalan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai masa orde baru,
serta sejak masa orde baru sampai saat ini, telah menghasilkan kemajuan yang
amat berarti bagi bangsa Indonesia. Melalui pembangunan nasional yang
dijalankan oleh pemerintah bersama-sama dengan rakyat telah dicapai berbagai
keberhasilan. Pembangunan fisik berupa
jalan raya, jembatan, gedung-gedung, dan bangunan fisik lain telah
dilakukan di mana pada awal kemerdekaan kita memiliki jalan beraspal
tidak lebih dari 1.000 Km, kini meningkat menjadi 8.725 Km di awal tahun
1980-an, dan sekarang bahkan sudah bertambah menjadi lebih dari 25.000 Km.
Keadaan ini juga berlaku untuk jembatan, bangunan pasar, bangunan pertokoan,
bangunan perkantoran, dan sebagainya. Namun kemajuan pembangunan secara fisik
tersebut belum diikuti kemajuan pembangunan karakter sumber daya manusianya.
Menurut Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) yang
tercantum dalam "Human Development
Report 2001" (2001), Indonesia hanya berhasil menempati peringkat 102 dari
162 negara. Dalam hal ini, peringkat Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan Australia. Oleh karena HDI
terbangun atas indikator ekonomi pendidikan, kesehatan, dan kependudukan, hal
itu menunjukkan bahwa tingkat ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kependudukan
manusia Indonesia masih berada di bawah kelima negara tersebut..
PENDIDIKAN
Kata “pendidikan”
dalam bahasa Yunani berarti paedagogie yang berasal dari kata “paid”
yang berarti anak dan “agogos” yang berarti membimbing. Dengan kata lain,
paedagogie dapat diartikan sebagai seni mengajar anak atau dapat diartikan
sebagai bimbingan yang diberikan pada
anak; sedangkan orang yang membimbing disebut paedagoog. Dalam perkembangan
selanjutnya, pendidikan atau paedagogie diberi makna bimbingan atau pertolongan
yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada orang lain yang belum
dewasa agar menjadi dewasa (Rohman, 1979: 6).
Menurut kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, kata “pendidikan”
berasal dari kata "didik". Lalu kata ini mendapat awalan kata
"me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan
memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sehingga lebih
terarah dan terencana. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi
pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi
lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan.
Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajarkan kebudayaan
melalui generasi.
Pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi
individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga
dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya. Pendidikan merupakan pengaruh
bimbingan dan arahan dari orang dewasa kepada orang lain, untuk menuju kearah
kedewasaan, kemandirian serta kematangan mentalnya. Selain itu, pendidikan merupakan
aktivitas untuk melayani orang lain dalam mengeksplorasi segenap potensi
dirinya, sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu
berkompetisi di dalam lingkup kehidupannya (Insan Cerdas dan Kompetitif).
Menurut Noeng Muhadjir (1987: 1), untuk mencari makna pendidikan secara
analitis perlu dicari cirri-ciri esensial aktifitas pendidikan, sehingga dapat
dipilahkan dari aktivitas yang bukan pendidikan. Sebelum sampai pada kesimpulan
tentang makna pendidikan, pertama perlu dicari unsur dasarnya, baru kemudian
komponen pokoknya.
Aktivitas pendidikan tidak dapat berlangsung bila tidak ada
dua unsur utama, yaitu yang memberi dan yang menerima. Kedua unsur tersebut
belum memberi rona pendidikan, sehingga dipersyaratkan unsur ketiga, yaitu “tujuan
baik” dari yang memberi bagi kepentingan yang menerima. Agar anak menjadi
pandai, ahli, bertambah cerdas, berkepribadian luhur, serta toleran, diperlukan
kemampuan membaca “tujuan baik”
sebagai unsur ketiga dari pendidikan. Berkepribadian luhur menunjuk
nilai yang berada di luar subyek. Berdasarkan pemahaman di diatas tujuan baik
berfungsi sebagai alat mencapai tujuan lain dan sebagai nilai hidup.
PENDIDIKAN JASMANI
Pendidikan Jasmani sebagai komponen pendidikan secara
keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya
pengajaran pendidikan jasmani berjalan belum efektif seperti yang diharapkan.
Pembelajaran pendidikan jasmani cenderung tradisional. Pengertian pendidikan
jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, yaitu menyamakan pendidikan jasmani dengan setiap
usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia
(body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical
activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu
memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang
sebenarnya.
Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan
tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu
tidak mengandung unsur-unsur pedagogik. Pendidikan jasmani bukan hanya
merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus
berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang
tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi
sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan
sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan
jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan,
kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka
pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila.
Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan
olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga
ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan
rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala
kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina
kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia. Definisi lain
yang dilontarkan pada Lokakarya Nasional Pembangunan Olahraga (Abdul Gafur,
1983:8-9) secara eksplisit berbeda dengan pendidikan jasmani. Definisi tersebut
dikembangkan penulis (Cholik Mutohir, 1992). ?????????
Menurut Baley (1974: 4), pendidikan jasmani merupakan suatu
proses yang mana adaptasi dan pembelajaran tubuh (organik), syaraf dan otot,
intelektual, sosial, emosional dan estetika dapat dicapai dan dilakukan melalui
aktivitas fisik yang penuh semangat.
Sedangkan menurut Hetherington, yang dikutip oleh Kroll (1982: 67),
pendidikan jasmani adalah pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas jasmani,
bukan pendidikan dari jasmani. Dikatakan pula oleh Rijsdorp (1971: 30) bahwa
aktivitas jasmani bermain merupakan bagian dari pendidikan jasmani, oleh sebab
itu tujuan pendidikan juga merupakan tujuan bermain. Selanjutnya di katakan
bahwa pendidikan jasmani bukanlah “education of the body” dan bukan problem
jasmani, akan tetapi merupakan problem kemanusiaan.
Sedangkan olahraga adalah proses sistematik yang berupa
segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina
potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau
anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan
kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan
prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani
merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan
direncanakan secara sistematik dengan rtujuan untuk meningkatkan individu
secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.
Tujuan pendidikan jasmani adalah mengembangkan kesegaran
jasmani, keterampilan motorik, pengetahuan, sosial dan keindahan (Seaton, 1974:
1). Kesegaran jasmani menyangkut fisik, kesegaran organik dan kesegaran
motorik. Fisik menyangkut proporsi tubuh, hubungan antar tulang, lemak, otot,
tinggi dan berat badan. Sedangkan kesegaran organik meliputi efisinsi peralatan
tubuh seperti jantung, paru, hati, ginjal dan sebagainya. Kelincahan, kekuatan,
keseimbangan dan kelentukan berhubungan
dengan kesegaran motorik seseorang. Drowatzky (1984: 16-17) merinci tujuan
pendidikan jasmani sebagai berikut: (1) perkembangan individu, menyangkut
efisiensi fisiologis dan keseimbangan fisik; (2) mengatasi lingkungan yang
menekankan pada orientasi spisial dan manipulasi obyek; dan, (3) interaksi
sosial yang meliputi: komunikasi, interaksi antar kelompok dan budaya.
Dalam Kurikulum Sekolah Dasar 2004 (2003: 4), disebutkan bahwa Pendidikan
Jasmani mempunyai berbagai fungsi berdasarkan lima aspek berikut ini: Organik,
Neuromuskuler, Perseptual, Kognitif, dan Sosial.
Aspek Organik: (1)
Untuk menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat
memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk
pengembangan keterampilan; (2) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga
maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot; (3) Meningkatkan daya
tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam
waktu yang lama; (4) Meningkatkan daya tahan kardiofaskuler, kapasitas individu
untuk melakukan aktivitas secara terus menerus dalam waktu relatif lama; dan,
(5) Meningkatkan fleksibelitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang
diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.
Aspek Neuromuskuler; (1) Meningkatkan keharmonisan antara
fungsi saraf dan otot,; (2) Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti berjalan,
berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap
mencongklang, bergulir, menarik; (3) Mengembangkan keterampilan non-lokomotor,
seperti mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,
membongkok; (4) Mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti memukul,
menendang, menangkap, memberhentikan, melempar, mengubah arah, memantulkan,
bergulir, memvoli; (5) Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan,
irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan; (6) Mengembangkan
keterampilan olahraga, seperti sepak bola, softball, bola voli, bola basket,
baseball, kasti, rounders, atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain
sebagainya; dan, (7) Mengembangkan keterampilan
rekreasi, seperti menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnnya.
Aspek Perseptual: (1) Mengembangkan kemampuan menerima dan
membedakan isyarat; (2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan
tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang,
bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya; (3) Mengembangkan
koordinasi gerak visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan
keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh,. dan atau kaki; (4)
Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu kemampuan
mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis; (5) Mengembangkan dominansi
(dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan dan
kiri dalam melempar atau menendang; dan, (6) Mengembangkan lateralitas
(laterility), yaitu kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh
dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.
Aspek Kognitif: (1) Mengembangkan kemampuan menemukan
sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan; (2)
Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan etika;
(3) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam aktivitas yang
terorganisasi; (4) Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya
dengan aktivitas jasmani; dan, (5) Menghargai kinerja tubuh; penggunaan
pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan,
dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.
Aspek Sosial: (1) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan
lingkungan di mana seseorang berada; (2) Mengembangkan kemampuan membuat
pertimbangan dan keputusan dalam kelompok; (3) Belajar berkomunikasi dengan
orang lain; (4) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide
dalam kelompok; dan, (5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat
berfungsi sebagai anggota.
PEMBANGUNAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA
Menurut Jim lfe (1997), pembangunan masyarakat merupakan
upaya membantu masyarakat agar memiliki kemampuan mengidentifikasi kebutuhannya
dan memanfaatkan sumber daya yang ada serta memberdayakan masyarakat secara
keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sasaran pokok pembangunan, meliputi sasaran individu,
kelompok dan lingkungan sosial. Pada sasaran individu, terutama diarahkan pada
peningkatan pengetahuan, menanamkan sikap dan nilai serta peningkatan
ketrampilan untuk memperoleh pendapatan, pada sasaran kelompok diarahkan agar
memiliki kemampuan berorganisasi, berdiskusi bermusyawarah untuk memecahkan maslah
serta kehidupan kelompok yang dinamis. Sedangkan sasaran lingkungan sosial
diarahkan agar tercipta iklim yang kondusif bagi terjadinya proses pembangunan
dan pengembangan partisipasi masyarakat.
Berdasarkan analisa quiddtatif (filosofis), manusia jelas
berbeda secara hakiki dengan faktor-faktor pembangunan lainnya. Perbedaan yang
dimaksud terletak pada eksistensi manusia itu sendiri selaku mahluk sadar diri,
sadar tujuan dan sadar lingkungannya.
Kesadaran ini merupakan modal , dalam pemikiran, perencanaan, dan , pengembangan pembangunan nasional Tanpa
adanya modal kemampuan dan kepribadian yang tangguh dari para pemikir dan
perencana pengembangan pembangunan
nasional, dapat dibayangkan bagaimana
jadinya gerakan pembangunan nasional yang berlangsung.
Menurut Margono Slamet, keberhasilan pembangunan masyarakat
memerlukan persyaratan, antara lain: (1) kemampuan masyarakat untuk
menganalisis situasi guna merumuskan kebutuhan dan masalah yang dihadapi serta
mengidentifikasi potensi yang ada untuk dikembangkan; (2) kemampuan untuk
mencetuskan ide/gagasan prakarsa pembanguan; (3) tersedia dan dikuasainya
teknologi; (4) dimilikinya modal (termasuk sarana dan prasarana), dimilikinya
keahlian dan ketrampilan mengelola pembangunan; dan, (5) kepemimpinan yang
mampu mengarahkan dan menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan.
PERAN PENDIDIKAN JASMANI DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter merupakan sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
pemangku (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan
konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap
jalur dan jenjang pendidikan.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: (1) Olah Hati (Spiritual and
emotional development), Olah Pikir (intellectual development); (2) Olah Raga
dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development); dan, (3) Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan
dengan mengacu pada grand design tersebut.
Membangun karakter peserta didik dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan
sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan
ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung
jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang,
sesuai standar kompetensi lulusan.
Pendidikan Jasmani merupakan bagian integrasi dari sistem
pendidikan nasional, untuk itu harus mampu tampil menyiapkan manusia yang
berkualitas, sehat dan bugar sebagi kader-kader pembangunan nasional. Menurut
Aip Syarifuddin (1992: 8-14), pendidikan jasmani dapat berperan, antara lain:
(1) pembentukan tubuh--dengan melakukan pendidikan jasmani yang teratur, maka
organ tubuh pun akan bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya, hal
ini akan berpengaruh terhadap kesehatan baik jasmani maupun rohani; (2)
pembentukan prestasi—dengan
ditanamkannya pembentukan prestasi diharapkan dapat mengembangkannya
serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi kelompok dilingkungannya; (3) pembentukan sosial--melalui pendidikan jasmani anak akan mendapatkan
bimbingan pergaulan hidup yang sesuai dengan norma dan ketentuan dengan
unsur-unsur sosial; (4) keseimbangan mental, di mana pemupukan terhadap
kestabilan emosi anak akan diperoleh secara efektif melalui pengalaman langsung
dalam dunia kenyataan, karena mereka terjun langsung di lapangan dalam suasana
yang penuh rangsangan; (5) meningkatkan kecepatan proses berpikir di mana dalam
pendidikan jasmani anak dituntut untuk memiliki daya sensitifitas yang tinggi terhadap
situasi yang dihadapinya. Mereka dituntut untuk memiliki kecepatan dalam proses
berpikir dan kemampuan pengambilan keputusan
dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal dengan lawannya; (6)
pembentukan kepribadian anak di mana pendidikan jasmani berperan sebagai sarana
untuk membentuk dan mengembangkan sifat-sifat kepribadian anak secara positif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kader-kader bangsa yang akan memegang tampuk pimpinan baik sebagai pemikir,
pengelola dan perencana akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya apabila
didukung dengan kondisi badan sehat dan prima.
Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan dalam membangun karakter suatu bangsa dengan
cara penggemblengan pada manusianya sebagai pelaku pembangunan melalui mata
pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang diberikan di sekolah dalam
kurun waktu 12 tahun, yaitu sejak di bangku sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas. Hal ini merupakan modal dasar yang kokoh untuk menciptakan
kader-kader bangsa yang tangguh seperti dalam semboyan ”Mens sana en corpore
sano” yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
PENUTUP
Dalam pembangunan karakter individu, pendidikan jasmani
mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan dengan berbagai aktivitas jasmani, sehingga
diperoleh kesehatan dan kebugaran tubuh. Melalui pendidikan jasmani, baik aspek
fisik (kualitas fisik) maupun aspek non-fisik (kualitas non-fisik) yang
menyangkut kemampuan kerja, berfikir dan keterampilan dapat teratasi. Oleh
sebab itu, keduanya harus saling terkait dan mendukung, sehingga peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang tangguh dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Seaton, D.O. et.al. (1974). Physical Education Hand
Book. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice
Hall Inc.
Rohman,N. (1979). Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud.
Rijdorp, K. (1971). Gymnologye. Utrecht, Antwerpen: Het
Spectrum N.V.
Noeng Muhadjir. (1987). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial
Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Kroll. W.P. (1982). Graduate Study and Reseach in Physical
Education. Champaign IIIionis: Human Kinetics Publisher.
Aip Syarifuddin dan Muhadi. (1992). Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.
Baley, J.A. and Field, D.A. (1976). Pysical Education and
Physical Educator. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Dei Supriadi. (1993). “Pendidikan Untuk Anak Miskin”. Suara
Karya, 19 Juni.
Drowazky, J.V.et.al. (1984). Physical Education Career
Oerspectives and Profesional Foundations. Englewood Cliff, N.J. : Prentice Hall
Inc.
Depdikbud, (1995). Kurikulum Sekolah Menegah Umum GBPP Mata
Pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Kelas I, II, II. Jakarta: Proyek
Sekolah Menengah Umum DIY.
Jim Ife. (1997). Community Development: Creating Community
Alternatives-Vision, Analysis and Practice. South Melbourne.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar