Senin, 16 Juni 2014

KEPRIBADIAN ATLIT DAN PENGARUHNYA DALAM PRESTASI OLAHRAGA

ABSTRAK
Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan seorang atlet dalam olahraga. Tiga hal yang membentuk kepribadian antara lain: Psychological core, Respon tipical, dan role-related behavior. Beberapa pendekatan mengenai kepribadian antara lain: pendekatan psikodinamik, pendekatan sifat, pendekatan situasi, pendekatan interaksi, dan pendekatan fenomenologis. Terdapat beberapa hubungan antara kepribadian dan performa olahraga. Tidak ada profil kepribadian yang spesifik yang telah ditemukan yang secara konsisten mendeskripsikan bahwa seseorang dapat disebut dengan atlet atau tidak. Morgan (1980) melakukan pemodelan kesehatan mental yang menunjukkan bahwa atlet yang sukses menunjukkan kesehatan mental positif yang lebih besar daripada yang tidak. Situation specific measure memprediksi perilaku dengan lebih reliable untuk situasi tertentu karena mempertimbagkan kepribadian partisipan dan situasi spesifik. Sport specific measure memprediksi perilaku personal dalam seting olahraga lebih baik dari pada tes kepribadian secara umum.
Kata kunci: Kepribadian, Olahraga.
PENDAHULUAN
Banyak teori yang digunakan untuk mendefinisikan kepribadian, akan tetapi hampir secara keseluruhan teori-teori tersebut sepakat bahwa kepribadian berkaitan dengan keunikan. Kepribadian adalah gabungan dari karakter-karakter yang membuat seseorang menjadi unik. Penelitian tentang kepribadian akan membantu ahli olahraga untuk bekerja lebih baik dengan siswa, atlet, dan pelatih. Cara terbaik untuk mengartikan kepribadian adalah dengan melihat tiga level yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: pusat psikologis, ciri khas tanggapan, dan perilaku berdasarkan peran.
Pusat atau inti psikologis merupakan bagian paling dasar dari kepribadian yang meliputi perilaku-prilaku dan nilai-nilai, kepentingan dan alasan-alasan, serta keyakinan terhadap diri sendiri dan harga diri. Pada intinya, pusat psikologis inilah yang nantinya membentuk seseorang yang sesungguhnya, bukan pencitraan diri yang diinginkan dari orang lain.
Ciri khas tanggapan merupakan cara dari masing-masing untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan atau bagaimana biasanya menanggapi lingkungan di sekitar. Biasanya jenis atau ciri khas tanggapan kita akan menggambarkan seperti apakah psikologis seseorang. Sebagai contoh: Seseorang yang secara konsisten menanggapi segala hal dengan malu-malu dan pendiam adalah seseorang yang tertutup dan tidak terbuka pada orang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan peran merupakan bagaimana berperilaku berdasarkan apa yang dilihat dari lingkungan. Perilaku ini merupakan aspek kepribadian yang paling tidak tetap (berubah-ubah). Perilaku yang berubah seiring dengan perubahan tanggapan terhadap lingkungan yang dihadapi. Situasi yang berbeda menuntut untuk memerankan peran yang berbeda. Dalam satu hari bisa saja memerankan peran dan perilaku yang berbeda-beda seperti sebagai seorang mahasiswa, pelatih sebuah tim kecil, pekerja, dan juga sebagai seorang teman.
MEMAHAMI STRUKTUR KEPRIBADIAN
Kepribadian menginginkan stabilitas dan perubahan. Aspek stabilitas memberikan struktur yang diperlukan untuk berfungsi secara efektif dalam masyarakat, sedangkan aspek-aspek yang bersifat dinamis dan berubah-ubah memberikan kesempatan untuk belajar.
Sebagai pelatih, guru olahraga, instruktur, dan pemimpin latihan, bisa menjadi lebih efektif jika mengetahui perbedaan level dalam struktur kepribadian yang berada di luar perilaku yang disebabkan oleh peran dalam situasi tertentu. Dengan memahami secara langsung bagaimana kepribadian asli seseorang serta jenis-jenis tanggapan atau respon yang biasa dilakukan akan memberi kejelasan pada motivasi, tindakan-tindakan, dan perilakunya. Dalam memahami struktur kepribadian dapat dilakukan melalui lima sudut pandang:
1)      Pendekatan Psikodinamis (Psychodinamic approach).
           Pendekatan ini dikategorikan dalam dua tema: pertama, pendekatan ini menekankan pada faktor ketidak sengajaan dalam perilaku atau yang bersifat insting dan faktor-faktor yang lebih bisa disadari (superego atau kesadaran moral seseorang) dan kedua, pendekatan ini berfokus dalam pemahaman pada keseluruhan individu seseorang dari pada sifat-sifat atau wataknya.
           Pendekatan ini cukup kompleks. Pendekatan ini melihat kepribadian sebagai sekelompok proses-proses dinamis yang berubah secara konstan dan sering bertentangan satu sama lain. Penekanan khusus berada pada bagaimana kepribadian orang dewasa dibentuk oleh resolusi konflik antara aspek-aspek yang tidak disadari dengan nilai-nilai dan kata hati dalam superego pada masa anak-anak.
           Meskipun pendekatan ini memiliki dampak yang besar dalam dunia psikologi, terutama pada pendekatan klinis dalam psikologi, pendekatan ini memiliki dampak yang sangat kecil pada psikologi olahraga. Seorang psikologis olahraga dari Swedia, Erwin Apitzsch, telah mengukur mekanisme pertahanan pada atlet dan menggunakaannya untuk membantu dalam menanggulangi stress dan kegelisahan. Secara spesifik, bahwa atlet sering merasa terancam yang mengakibatkan bereaksi dengan gelisah. Sebagai pertahanan dari rasa kegelisahannya, atlet menjalankan berbagai macam mekanisme pertahanan yang tidak disadari, seperti menghindari masalah. Saat mekanisme pertahanan yang kurang tepat digunakan, penampilan dan kepuasan atlet akan terpengaruh. Namun atlet dapat mengatasi masalah ini melalui psikoterapi.
           Kelemahan terbesar dalam pendekatan ini adalah pendekatan ini sulit untuk dites atau diukur. Kelemahan lainnya adalah bahwa pendekatan ini hanya berfokus besar pada faktor-faktor internal dari perilaku, dan kurang memperhatikan adanya faktor lingkungan sosial. Oleh karena itu pendekatan ini cukup jarang digunakan oleh para psikologi olahraga.
Kontribusi utama dari pendekatan ini adalah pemahaman bahwa tidak semua perilaku atlet dan pelatih berada dalam kontrol secara sadar, oleh karena itu pada suatu waktu mungkin saja akan sesuai untuk berfokus pada factor-faktor diluar kesadaran dari perilaku.
2)      Pendekatan Ciri (Trait approach)
           Pendekatan ini berasumsi bahwa unit pokok dari kepribadian (ciri khasnya) relative stabil. Oleh karena itu, ciri kepribadian akan tetap bertahan lama dan konsisten walaupun dalam berbagai macam situasi. Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku seseorang memang berasal dari dalam dirinya sendiri dan pengaruh lingkungan sangatlah kecil. Seorang atlet yang kompetitif misalnya, ia akan cenderung bermain dengan sungguh-sungguh dan memberikan semua yang dipunya tanpa terpengaruh oleh situasi dan skor.
           Pada saat ini ada lima besar model kepribadian yang paling diterima secara luas (Gill, 2000; Vealey, 2002). Teori ini berpendapat bahwa terdapat lima dimensi utama dalam kepribadian, meliputi neurotisme (kegugupan, kegelisahan, depresi, dan kemarahan vs. stabilitas emosi), extraversion (antusiasme, kemampuan bergaul, ketegasan dan tingkat aktivitas yang tinggi vs. introversi), keterbukaan pada hal baru (keaslian, kebutuhan pada variasi, keingintahuan), keramahan (kebaikan, mementingkan orang lain, kesederhanaan), kesungguhan (ketidak leluasaan, usaha pencapaian, disiplin diri). Kelima dimensi ini telah disepakati sebagai karakteristik umum kepribadian yang paling penting dalam masing-masing individu. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki tingkatan yang berbeda akan berperilaku berbeda.
           Pendekatan ini berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami kepribadian adalah dengan memperhatikan ciri atau kekhasan yang relativ bertahan lama dan stabil. Akan tetapi hanya dengan mengetahui ciri kepribadian seseorang tidak akan selalu membantu kita untuk memperkirakan bagaimana orang tersebut akan berperilaku dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, seorang atlet yang mungkin saja pemarah dan emosional dilapangan, belum tentu bertindak serupa dilingkungan rumah dan keluarganya.
3)      Pendekatan Situasi (Situation approach)
           Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan. Hal tersebut berasal dari teori pembelajaran sosial (Bandura, 1977), yang menjelaskan perilaku dalam konteks pembelajaran observasional (percontohan) dan bantuan sosial (feedback). teori ini berpegang teguh bahwa pengaruh-pengaruh dan penguatan lingkungan membentuk bagaimana seseorang akan bersikap. Seseorang mungkin saja berperilaku dengan penuh percaya diri dan mantap dalam satu waktu, namun bisa saja tiba-tiba menjadi gugup, nervous, dan ragu-ragu dilain waktu.
           Meskipun teori ini tidak terlalu banyak dipakai oleh psikolog olahraga (tidak seperti trait approach), namun Martin dan Lumsden (1987) berpendapat bahwa seseorang bisa mempengaruhi perilaku dalam olahraga dan pendidikan olahraga dengan merubah penguatan dalam lingkungan. Akan tetapi tetap saja teori ini juga tidak bisa benar-benar memperkirakan perilaku seseorang.
4)      Pendekatan Interaksi (Interactional approach)
          Pendekatan ini berpendapat bahwa individu dan situasi merupakan dua faktor pembentuk kepribadian. Dengan kata lain, untuk mengetahui perilaku seseorang kita harus mengetahui cirri kepribadian orang tersebut dan juga memahami situasi dan lingkungan dimana orang itu berada. Namun terkadang juga tidak hanya dua hal tersebut secara terpisah, melainkan juga kombinasi diantara keduanya yang nanti akan mengahasilkan perilaku dan kepribadian yang unik dari masing-masing orang. Sebagian besar psikolog olahraga dan kepelatihan jaman sekarang menggunakan teori ini dalam mempelajari perilaku atletnya. Bowers (1973) menemukan bahwa interaksi antara orang dan situasi bisa memberikan gambaran lebih jelas mengenai perilaku dari pada ciri kepribadian atau situasi itu sendiri. Pendekatan ini membutuhkan investigasi terhadap bagaimana seseorang bereaksi secara individu dalam sebuah lingkup olahraga tertentu atau aktivitas fisik.
5)      Pendekatan Fenomenologis (Phenomenological approach)
           Meskipun sebagian besar psikolog olahraga dan kepelatihan pada saat ini banyak mengadopsi pendekatan interaksi dalam penelitian kepribadian, pendekatan fenomenologis ini merupakan orientasi yang paling terkenal saat ini (Vealey, 2002). Pendekatan ini berpendapat bahwa perilaku paling baik ditentukan oleh dua faktor karakteristik lingkungan dan pribadi. Namun, dalam pendekatan ini tidak berfokus pada ciri atau watak sebagai faktor utama dalam perilaku, melainkan pemahaman dan interpretasi seseorang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Sehingga, pengalaman dan pendapat pribadi seseorang berperan penting dalam pendekatan ini.
           Banyak teori-teori terkemuka pada saat ini yang tergolang dalam teori fenomenologis ini. Misalnya Teori-teori tentang determinasi diri dalam motivasi seperti teori evaluasi kognitif, teori orientasi tujuan, teori kognitif sosial dan berbagai teori mengenai karakter kognitif yang dikaitkan dengan keberhasilan atletik.
           Kesimpulannya, kelima pendekatan (teori) atau sudut pandang terhadap kepribadian ini berbeda dalam beberapa hal. Pertama, mereka berbeda dalam tiap keputusan tentang perilaku, dari mulai ditentukan oleh karakteristik internal masing-masing individu (teori psikodinamis) sampai pada anggapan bahwa perilaku ini dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan (teori situasi). Kedua, mereka berbeda dalam asumsi-asumsi tentang keaslian dari perilaku manusia, apakah perilaku tersebut dibentuk dari percampuran sifat-sifat atau ciri individu atau oleh faktor-faktor yang disadari dan seberapa penting interpretasi aktif seseorang terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. Meskipun semua teori tersebut telah banyak membantu kita dalam memahami kepribadian dalam olahraga dan aktivitas fisik, teori interaksi dan phenomenologist merupakan yang paling ditekankan pada saat ini.


PENGUKURAN KEPRIBADIAN
Para psikolog telah mengembangkan berbagai cara untuk mengukur kepribadian yang bisa membantu kita untuk memahami sifat-sifat dan keadaan kepribadian. Banyak psikolog yang membedakan antara gaya seseorang dalam bersikap (sifat) dan dampak-dampak situasi dalam perilaku (keadaan). Perbedaan antara keduanya ini sangat penting dalam perkembangan penelitian kepribadian dalam olahraga. Namun demikian, meskipun sifat psikologis yang diberikan memaksa seseorang untuk bersikap dengan cara tertentu, perilaku tersebut belum tentu muncul dalam setiap situasi. Oleh Karena itu kita perlu memperhatikan kedua aspek sifat dan keadaan tersebut karena kita berusaha untuk memahami dan memperkirakan perilaku.
1)      Pengukuran Kepribadian Berdasarkan Sifat dan Keadaan.
          Dalam contoh pengukuran sifat dan keadaan yang dilakukan Vealey (1986), terdapat perbedaan antara pengukuran sifat dan keadaan percaya diri dalam olahraga. Catatan tentang sifat percaya diri dalam olahraga menekankan pada merasa bagaimana secara umum atau secara tipikal, sedangkan Catatan tentang keadaan percaya diri dalam olahraga menekankan pada bagaimana merasa “sekarang” pada suatu waktu dalam suatu situasi tertentu.
2)      Pengukuran Kepribadian Berdasarkan Situasi Spesifik.
          Meskipun skala-skala umum menyediakan beberapa informasi yang berguna tentang sifat dan keadaan kepribadian, pengukuran situasi-spesifik memprediksi perilaku lebih dapat dipercaya pada situasi-situasi yang diberikan karena mereka mempertimbangkan kepribadian peserta dan situasi spesifiknya (teori interaksi). Misalnya pada beberapa siswa yang memiliki hasil buruk pada saat ujian dikarenakan kegelisahan dan kegugupan, sementara mereka menunjukan hasil yang lebih baik diluar saat-saat ujian. Hal ini dikarenakan ujian membuat gugup dan gelisah. Dapat diprediksi perilaku dengan lebih baik saat memiliki pengetahuan lebih pada situasi tertentu dan cara-cara masing-masing individu untuk menanggapi jenis situasi tertentu.

3)      Pengukuran Kepribadian Berdasarkan Olahraga Spesifik.
          Pengukuran ini memprediksi perilaku dalam lingkup olahraga dengan lebih baik dari pada prediksi yang dilakukan oleh tes kepribadian yang bersifat umum. Namun sampai saat ini hampir semua pengukuran sifat dan keadaan kepribadian dalam olahraga yang ada berasal dari tes-tes psikologi umum, tanpa ada spesifikasi sumber pada olahraga atau aktivitas fisik. Pengukuran kepribadian berdasar olahraga spesifik ini memberikan hasil yang lebih bisa dipercaya dan valid dalam konteks pengukuran sifat dan keadaan kepribadian di olahraga dan kepelatihan. Sebagai contoh, dari pada menguji seberapa gugup atau gelisah seseorang sebelum memberikan pidato atau pergi kencan, seorang pelatih mungkin lebih memilih untuk menguji seberapa gugup dan gelisah seorang atlet sebelum menjalankan kompetisi.
          Beberapa tes telah banyak dikembangkan untuk olahraga-olahraga tertentu. Tes tersebut dapat membantu untuk mengidentifikasi area psikologis mana yang merupakan kelebihan dan kekurangan dari seseorang pada kegiatan olahraga tersebut. Setelah mendapatkan hasilnya, seorang pelatih bisa memberi nasihat atau masukan pada pemain tentang bagaimana untuk membangun kekuatan dan mengurangi atau menghilangkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
FLUKTUASI SEBELUM DAN SELAMA KOMPETISI
Perasaan berubah sebelum dan selama kompetisi. Biasanya keadaan akan dengan cepat membebani sebelum kompetisi atau kegiatan fisik dimulai. Meskipun sebuah pengukuran bisa mengindikasikan bagaimana perasaan seseorang pada waktu itu, perasaan tersebut bisa saja berubah selama kompetisi. Sebagai contoh, seorang pebasket yang memiliki ketenangan tinggi, mungkin saja mengalami penurunan dan kenaikan kontrol diri dalam satu pertandingan. Oleh karena itu, perlu memperhatikan fluktuasi seperti ini dalam mengidentifikasi kepribadian dan reaksi-reaksi dalam lingkup kompetisi.

MENGGUNAKAN PENGUKURAN PSIKOLOGIS
Pengetahuan tentang kepribadian sangat penting bagi kesuksesan seorang pelatih, guru, atau instruktur latihan. Mungkin saja bisa mencoba tes psikologi untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membantu orang-orang yang ingin dibantu secara profesional. Namun demikian tes psikologi saja tidaklah bisa digunakan untuk memprediksi kesuksesan atlet. Meskipun juga memang belum begitu jelas bagaimana tes psikologi ini seharusnya digunakan, namun penting bagi para professional untuk mengetahui batasan-batasan dan penggunaan-penggunaan untuk pengujian dengan tujuan mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Berikut beberapa pertanyaan penting yang harus diperhatikan tentang tes psikologi:
a)      Haruskah tes psikologi digunakan untuk membantu memilih atlet pada sebuah tim?
b)      Kualifikasi apa yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mengatur sebuah tes psikologi?
c)      Haruskah para pelatih memberikan tes psikologi pada para atletnya?
d)     Jenis tes psikologi apakah yang seharusnya digunakan pada para atlet?
e)      Bagaimana seharusnya tes psikologi diadakan pada para atlet?.
Semua tes psikologi mengandung sebuah tingkat kesalahan pengukuran. perhatikan dengan seksama untuk menginterpretasi hasilnya. Berikut adalah tujuh pedoman dalam penggunaan psikologi tes yang dikemukakan oleh Asosiasi Psikologi Amerika pada tahun 1985.
1)      Mengetahui Prinsip-Prinsip Dalam Pengujian dan Kesalahan Pengukuran
          Sebelum mengadakan sebuah pengujian psikologi, sebaiknya lebih dulu memahami prinsip-prinsip pengujian, mampu untuk mengenali kesalahan-kesalahan pengukuran, dan memiliki pengukuran yang dibuat dengan baik serta memiliki kevalidan. Tidak semua tes psikologi dikembangkan dengan sistematis dan dibuat secara reliabel. Membuat prediksi dan interpretasi tentang perilaku dan struktur kepribadian seorang atlet dan pelatih seringkali membawa dalam kesalahan dan ketidak etisan. Hasil tes tidaklah selalu absolute, bahkan tes-tes valid yang telah dibuat dengan sedemikian rupa masih seringkali mengandung kesalahan pengukuran.
2)      Mengetahui Keterbatasan
           Asosiasi Psikolog Amerika menyarankan pada orang-orang yang mengadakan tes haruslah mewaspadai keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam latihan-latihan dan persiapan. Akan tetapi, beberapa orang tidak memahami keterbatasan dari pengetahuan atau menginterpretasikan hasil tes dengan tidak etis dan tepat yang dapat merugikan para atlet.
          Sebagai contoh, sangatlah kurang tepat untuk memberikan tes psikologi klinis pada siswa pendidikan olahraga. Masing-masing individu membutuhkan pelatihan khusus tentang penilaian secara psikologis untuk dapat dikualifikasikan sehingga bisa digunakan untuk menginterpretasi hasil-hasil dari tes personal atau individu.
3)      Jangan Gunakan Tes Psikologi Dalam Pemilihan Anggota Tim
          Hanya menggunakan tes psikologi untuk memilih pemain-pemain untuk sebuah tim adalah sebuah penyalahgunaan, karena tes tersebut tidaklah cukup akurat untuk memprediksi. Sebagai contoh tes psikologi yang digunakan untuk menentukan posisi seorang pemain dalam sebuah tim, misalnya playmaker dalam sepakbola dipilih hanya karena mendapat nilai tes psikologi yang bagus. Beberapa tes psikologi mungkin memiliki keterbatasan dalam penggunaanya, namun tes tersebut sering berhubungan dengan pengukuran performa fisik, evaluasi pelatih, dan level aktual sebuah permainan.
          Sekali lagi, penggunaan tes psikologi sebagai satu-satunya sumber yang digunakan dalam pemilihan atau pembentukan sebuah tim merupakan suatu penyalahgunaan dan tidak dapat ditoleransi. Namun adapun jika tes tersebut digunakan sebagai salah satu media dalam proses pemilihan atlet, maka terdapat tiga kondisi dasar yang harus dipertimbangkan. Pertama, tes tersebut haruslah memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Kedua, penguji haruslah tahu karakteristik kepribadian merupakan sebuah kunci sukses dalam dunia olahraga dan juga mengetahui level ideal dari karakteristik kepribadian tersebut. Ketiga, penguji juga harus tahu seberapa besar kemampuan atlet untuk mengimbangi kekurangan karakter kepribadian yang mereka miliki dengan karakteristik kepribadian ideal yang diharuskan.
4)      Menyertakan Penjelasan dan Feed Back (umpan balik atau tanggapan)
          Sebelum menyelesaikan keseluruhan tes, atlet, siswa, dan pelatih harus diberitahu tujuan dari tes tersebut, apa yang diukur, dan bagaimana tes tersebut akan digunakan. Atlet harus menerima feed back (umpan balik) yang spesifik tentang hasil-hasil tesnya untuk memberi kesempatan pada mereka untuk mendapatkan kejelasan tentang dirinya sendiri selama proses pengujian atau tes berlangsung.
5)      Meyakinkan Atlet Tentang Kerahasiaan Hasil Tes
          Penting bagi penguji untuk meyakinkan bahwa jawaban tes yang dilakukan dijamin kerahasiaannya pada tes apapun yang dilakukannya. Dengan jaminan ini, peserta tes akan dengan senang hati memberikan jawaban yang lebih jujur. Karena apabila mereka merasa khawatir tentang jawaban yang nantinya mereka berikan, mereka bisa saja membuat jawaban rekaan atau berbohong yang tentu saja akan mempengaruhi hasil dari tes itu sendiri. Jika penguji tidak memberikan alasan kenapa tes tersebut diadakan, maka seringkali peserta tes akan ragu atau bertanya-tanya apakah pelatih akan menggunakan tes tersebut untuk memilih pemain dalam timnya.
6)      Mengunakan Pendekatan Intra Personal
         Seringkali menjadi sebuah kesalahan saat membandingkan hasil tes psikologi seorang atlet dengan peraturan-peraturan, meskipun dalam beberapa hal perbandingan tersebut bisa berguna. Atlet mungkin saja memiliki nilai yang tinggi dalam tingkat kegelisahan yang tinggi atau rendah, kepercayaan diri, atau motivasi yang berhubungan dengan orang lain, tapi hal yang lebih penting adalah bahwa bagaimana yang sedang dirasakan dihubungkan dengan bagaimana biasanya atlet rasakan. Gunakan informasi ini untuk membantu para atlet tampil lebih baik dan mendapatkan pengalaman lebih, tapi dihubungkan dengan standar sendiri bukan nilai dari yang lain.
7)      Memahami dan Memperkirakan Unsur-Unsur Kepribadian yang Spesifik.
           Pemahaman yang baik terhadap unsur-unsur kepribadian memberikan beberapa sudut pandang untuk menggunakan dan menginterpretasikan tes-tes psikologi. Sebagai contoh, untuk mengukur kepribadian seseorang, tentunya akan tertarik dengan nilai tes psikologinya. Untuk mengukur aspek-aspek yang lebih mendalam dan mendasar dalam kepribadian dapat menggunakan tes proyeksi. Tes proyeksi ini biasanya menggunakan gambar-gambar atau situasi tertulis, dan peserta tes diminta untuk memproyeksikan perasaan pikirannya tentang materi tersebut.
           Tes ini memang sangat menarik, akan tetapi seringkali sulit untuk mengukur dan    menginterpretasikan. Maka, banyak psikolog olahraga yang menentukan kepribadian dalam olahraga dengan meilihat jenis-jenis tanggapan yang terlibat dalam situasi-situasi tertentu yang dibutuhkan. Misalnya pelatih ingin mengetahui lebih apakah seorang atlet dalam keadaan gelisah, mereka juga ingin mengetahui bagaimana cara para atlet menghadapi kegelisahan dalam kompetisi. Maka sebuah tes yang mengukur tingkat kegelisahan akan lebih berguna bagi sorang pelatih atau psikolog olahraga dari pada tes yang mengukur kegelisahan dalam konteks umum.
YANG BOLEH DILAKUAKAN DALAM TES KEPRIBADIAN
1)      Memberitahu peserta tentang tujuan dari tes kepribadian dan bagaimana tes tersebut digunakan.
2)      Hanya memperbolehkan orang-orang yang memenuhi syarat yaitu yang memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip pengujian dan kesalahan pengukuran untuk memberikan tes kepribadian.
3)      Mengintegrasikan hasil tes kepribadian dengan informasi yang didapatkan tentang peserta.
4)      Menggunakan tes-tes spesifik dalam olahraga atau latihan kapanpun dimungkinkan. Pemberian tes ini juga disertai konsultasi dengan seorang psikolog olahraga.
5)      Menggunakan pengukuran sifat dan keadaan kepribadian.
6)      Menyediakan peserta dengan umpan balik yang spesifik berkaitan dengan hasil tes.
7)      Bandingkan para individu dengan garis dasar mereka sendiri, bukan dengan informasi-informasi yang bersifat normatif.
YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN DALAM TES KEPRIBADIAN
1)      Jangan gunakan tes kepribadian klinis yang berfokus pada ketidak normalan untuk mempelajari sebuah populasi rata-rata dari peserta olahraga dan latihan.
2)      Jangan gunakan tes kepribadian untuk memutuskan siapa yang menyusun sebuah tim atau program dan siapa yang tidak.
3)      Jangan beri atau menginterpretasi tes kepribadian kecuali memang memenuhi syarat dari Asosiasi Psikologi Amerika atau lembaga berwenang lainnya untuk melakukan hal tersebut.
4)      Jangan gunakan tes kepribadian untuk memperkirakan perilaku dalam olahraga dan lingkup latihan tanpa memperhatikan sumber-sumber informasi lainnya, seperti data observasi dan penilaian penampilan.
MEMPERHATIKAN PENELITIAN KEPRIBADIAN
Penelitian yang diadakan dari tahun 1960an dan 1970an telah mendapatkan beberapa kesimpulan berguna mengenai hubungan antara kepribadian dengan penampilan olahraga. Morgan (1980) menggambarkan sebuah kelompok yang memiliki sebuah pendapat yang mudah dipercaya. Yaitu bahwa kepribadian berkaitan erat dengan kesuksesan atlet. Namun kelompok lainnya mengatakan bahwa kepribadian tidak berkaitan dengan kesuksesan atlet.
Meskipun dua pendapat tersebut mengemuka, namun demikian memang ada beberapa hubungan antara kepribadian dan penampilan olahraga, tapi itu masihlah jauh dari sempurna. Yaitu meskipun sifat-sifat dan keadaan kepribadian dapat membantu memperkirakan perilaku dan kesuksesan olahraga.

ATLET DAN NON-ATLET
Mencoba untuk mengartikan seorang atlet tidaklah mudah. Apakah atlet adalah seseorang yang bermain dalam sebuah tim universitas atau antar sekolah, seseorang yang memperagakan kemampuan tertentu, yang berjoging setiap hari untuk menurunkan berat badan, yang bermain olahraga professional, yang bermain olahraga dalam ruangan. Keambiguan arti inilah yang akan akan dipelajari dalam penelitian kepribadian antara atlet dan non-atlet.
Sebuah penelitian besar tentang atlet dan non-atlet yang melibatkan 2000 mahasiswa pria menggunakan Cattell’s 16F yang mengukur 16 faktor sikap kepribadian. Tidak ada satu pun profil kepribadian yang ditemukan yang membedakan antara atlet (yang diartikan sebagai anggota tim universitas dalam penelitian ini) dan non-atlet. Akan tetapi, ketika atlet dikategorikan berdasarkan jenis olahraga tertentu, beberapa perbedaan memang benar-benar muncul. Misalnya, dibandingkan dengan para non-atlet, atlet yang bermain dalam tim-tim olahraga memberikan sedikit alasan yang abstrak, lebih terbuka, lebih bergantung pada orang lain, tidak terlalu egois. Lebih lanjut lagi, dibandingkan dengan non-atlet, atltet yang bermain dalam olahraga perorangan menampilkan obyekitivitas yang lebih tinggi, lebih ketergantungan, tidak gugup, dan tidak terlalu berpikir secara abstrak.
Oleh sebab itu, beberapa perbedaan kepribadian dapat digunakan untuk membedakan antara atlet dan non-atlet, namun perbedaan-perbedaan spesifik tersebut belum bisa disebut berarti. Schurr dkk (1977) menemukan bahwa atlet beregu lebih bergantung satu sama lain, bersifat lebih terbuka, dan lebih mudah gelisah atau gugup tapi kurang imaginative dibandingkan dengan atlet perorangan. Tentu saja, beberapa jenis kepribadian dapat dikaitkan dengan jenis olahraga tertentu, bukannya keikutsertaan dalam suatu olahraga, entah dengan cara apa, merubah kepribadian seseorang. Alasan untuk perbedaan ini masih belum jelas. Belum ada kepribadian tertentu yang telah ditemukan yang dapat secara konsisten membedakan antara atlet dengan non atlet.


ATLET PEREMPUAN
Karena lebih banyak wanita ikut berkompetisi dalam olahraga, kita perlu untuk memahami profil kepribadian dari para atlet perempuan. Pada tahun 1980, Williams menemukan bahwa atlet-atlet perempuan yang sukses berbeda ditandai dengan “normative” perempuan dalam lingkup profil kepribadian. Dibandingkan dengan perempuan yang bukan atlet, atlet-atlet wanita lebih berorientasi pada pencapaiannya, mandiri, agresif, memiliki emosi yang stabil, dan tegas. Kebanyakan dari sifat-sifat tersebut sangatlah diinginkan dalam olahraga. Ternyata, atlet-atlet yang hebat memiliki karakteristik kepribadian yang hampir sama, tanpa memandang mereka laki-laki atau perempuan.
KESIMPULAN
           Prestasi  yang tinggi tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dimulai dengan menemukan bibit-bibit atlet berbakat, kemudian dibina melalui latihan-latihan yang teratur, terarah, terencana dengan baik dengan penguasaan teknik-teknik dan taktik yang setepat-tepatnya. Pada tahap pemilihan bibit atlet berbakat sudah tampak, bahwa prestasi yang tinggi akan berhubunngan dengan sifat-sifat kepribadian atlet, dan untuk cabang-cabang olahraga tertentu dibutuhkan sifat-sifat tertentu.
           Kepribadian tidak mudah tampak dan diketahui, karena kepribadian adalah kesatuan kebulatan jiwa yang komplek. mengenai kepribadian atlet yang tercermin dalam cita-cita, watak, sikap, sifat-sifat, dan perbuatannya. Dalam upaya memahami kepribadian telah dikembangkan berbagai instrumen atau alat untuk meneliti sifat-sifat dan sikap individu. Dengan mengetahui sifat-sifat atlet diharapkan dapat memahami kelebihan dan kekurangan dari atlet, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya pembinaan atlet yang bersangkutan.
          Untuk mengetahui kepribadian seseorang dapat digunakan pendekatan: (a) pendekatan psikodinamis (psychodinamic approach), (b) pendekatan ciri (c) pendekatan situasi, (d) pendekatan interaksi, dan (e) pendekatan fenomenologis.

DAFTAR PUSTAKA
Apitzsch, Erwin. (1995). Psychodynamic theory of personality and sport performance. European perspectives on exercise and sport psychology.
diakses pada tanggal 24 Februari 2012
Weinberg, Robert S.; Gould, Daniel. (2007). Foundations of Sport and Exercise    Psychology.  edition. Champaigen. II.: Human Kinetics publishers, Inc.


1 komentar:

  1. Tiga hal yang membentuk kepribadian antara lain: Psychological core, Respon tipical, dan role-related behavior.
    bisa di jelaskan apa-pa saja maksud dari ke 3 hal tersebut, , ,

    BalasHapus